Selasa, 17 Februari 2015

Sejarah Turunnya Al-Qur'an

Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam. Bagi Muslim, Al-Quran merupakan firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril dengan lafal dan maknanya. Al-Qur’an merupakan mukjizat Nabi Muhammad SAW yang sangat berharga bagi umat Islam hingga saat ini. Di dalamnya terkandung petunjuk dan pedoman bagi umat manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup baik di dunia maupun akhirat.
Bagian-bagian Al-Qur’an
Al-Qur’an mempunyai 114 surat, dengan surat terpanjang terdiri atas 286 ayat, yaitu Al Baqarah, dan terpendek terdiri dari 3 ayat, yaitu Al-‘Ashr, Al-Kautsar, dan An-Nashr.
Sebagian ulama menyatakan jumlah ayat di Al-Qur’an adalah 6.236, sebagian lagi menyatakan 6.666. Perbedaan jumlah ayat ini disebabkan karena perbedaan pandangan tentang kalimat Basmalah pada setiap awal surat (kecuali At-Taubah), kemudian tentang kata-kata pembuka surat yang terdiri dari susunan huruf-huruf seperti Yaa Siin, Alif Lam Miim, Ha Mim dll. Ada yang memasukkannya sebagai ayat, ada yang tidak mengikutsertakannya sebagai ayat.
Untuk memudahkan pembacaan dan penghafalan, para ulama membagi Al-Qur’an dalam 30 juz yang sama panjang, dan dalam 60 hizb (biasanya ditulis di bagian pinggir Al-Qur’an).
Masing-masing hizb dibagi lagi menjadi empat dengan tanda-tanda ar-rub’ (seperempat), an-nisf (seperdua), dan as-salasah (tiga perempat).
Selanjutnya Al-Qur’an dibagi pula dalam 554 ruku’, yaitu bagian yang terdiri atas beberapa ayat. Setiap satu ruku’ ditandai dengan huruf ‘ain di sebelah pinggirnya. Surat yang panjang berisi beberapa ruku’, sedang surat yang pendek hanya berisi satu ruku’.
Nisf Al-Qur’an (tanda pertengahan Al-Qur’an), terdapat pada surat Al-Kahfi ayat 19 pada lafal walyatalattaf yang artinya: “hendaklah ia berlaku lemah lembut”.
Sejarah Turunnya Al-Qur’an
Al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui berbagai cara, antara lain:
1. Malaikat Jibril memasukkan wahyu itu ke dalam hati Nabi Muhammad SAW tanpa memperlihatkan wujud aslinya. Nabi SAW tiba-tiba saja merasakan wahyu itu telah berada di dalam hatinya.
2. Malaikat Jibril menampakkan dirinya sebagai manusia laki-laki dan mengucapkan kata-kata di hadapan Nabi SAW.
3. Wahyu turun kepada Nabi SAW seperti bunyi gemerincing lonceng.
Menurut Nabi SAW, cara inilah yang paling berat dirasakan, sampai-sampai Nabi SAW mencucurkan keringat meskipun wahyu itu turun di musim dingin yang sangat dingin.
4. Malaikat Jibril turun membawa wahyu dengan menampakkan wujudnya yang asli.
Setiap kali mendapat wahyu, Nabi SAW lalu menghafalkannya. Beliau dapat mengulangi wahyu yang diterima tepat seperti apa yang telah disampaikan Jibril kepadanya. Hafalan Nabi SAW ini selalu dikontrol oleh Malaikat Jibril.
Al-Qur’an diturunkan dalam 2 periode, yang pertama Periode Mekah, yaitu saat Nabi SAW bermukim di Mekah (610-622 M) sampai Nabi SAW melakukan hijrah. Ayat-ayat yang diturunkan pada masa itu disebut ayat-ayat Makkiyah, yang berjumlah 4.726 ayat, meliputi 89 surat.
Kedua adalah Periode Madinah, yaitu masa setelah Nabi SAW hijrah ke Madinah (622-632 M). Ayat-ayat yang turun dalam periode ini dinamakan ayat-ayat Madaniyyah, meliputi 1.510 ayat dan mencakup 25 surat.
Ciri-ciri Ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyyah
Makkiyah Madaniyyah
Ayat-ayatnya pendek-pendek, Ayat-ayatnya panjang-panjang,
Diawali dengan yaa ayyuhan-nâs (wahai manusia), Diawali dengan yaa ayyuhal-ladzîna âmanû (wahai orang-orang yang beriman).
Kebanyakan mengandung masalah tauhid, iman kepada Allah SWT, hal ihwal surga dan neraka, dan masalah-masalah yang menyangkut kehidupan akhirat (ukhrawi), Kebanyakan tentang hukum-hukum agama (syariat), orang-orang yang berhijrah (Muhajirin) dan kaum penolong (Anshar), kaum munafik, serta ahli kitab.
Ayat Al-Qur’an yang pertama diterima Nabi Muhammad SAW adalah 5 ayat pertama surat Al-‘Alaq, ketika ia sedang berkhalwat di Gua Hira, sebuah gua yang terletak di pegunungan sekitar kota Mekah, pada tanggal 17 Ramadhan (6 Agustus 610). Kala itu usia Nabi SAW 40 tahun.
Kodifikasi Al-Qur’an
Kodifikasi atau pengumpulan Al-Qur’an sudah dimulai sejak zaman Rasulullah SAW, bahkan sejak Al-Qur’an diturunkan. Setiap kali menerima wahyu, Nabi SAW membacakannya di hadapan para sahabat karena ia memang diperintahkan untuk mengajarkan Al-Qur’an kepada mereka.
Disamping menyuruh mereka untuk menghafalkan ayat-ayat yang diajarkannya, Nabi SAW juga memerintahkan para sahabat untuk menuliskannya di atas pelepah-pelepah kurma, lempengan-lempengan batu, dan kepingan-kepingan tulang.
Setelah ayat-ayat yang diturunkan cukup satu surat, Nabi SAW memberi nama surat tsb untuk membedakannya dari yang lain. Nabi SAW juga memberi petunjuk tentang penempatan surat di dalam Al-Qur’an. Penyusunan ayat-ayat dan penempatannya di dalam susunan Al-Qur’an juga dilakukan berdasarkan petunjuk Nabi SAW. Cara pengumpulan Al-Qur’an yang dilakukan di masa Nabi SAW tsb berlangsung sampai Al-Qur’an sempurna diturunkan dalam masa kurang lebih 22 tahun 2 bulan 22 hari.
Untuk menjaga kemurnian Al-Qur’an, setiap tahun Jibril datang kepada Nabi SAW untuk memeriksa bacaannya. Malaikat Jibril mengontrol bacaan Nabi SAW dengan cara menyuruhnya mengulangi bacaan ayat-ayat yang telah diwahyukan. Kemudian Nabi SAW sendiri juga melakukan hal yang sama dengan mengontrol bacaan sahabat-sahabatnya. Dengan demikian terpeliharalah Al-Qur’an dari kesalahan dan kekeliruan.
Para Hafidz dan Juru Tulis Al-Qur’an
Pada masa Rasulullah SAW sudah banyak sahabat yang menjadi hafidz (penghafal Al-Qur’an), baik hafal sebagian saja atau seluruhnya. Di antara yang menghafal seluruh isinya adalah Abu Bakar as-Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Talhah, Sa’ad, Huzaifah, Abu Hurairah, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Umar bin Khatab, Abdullah bin Abbas, Amr bin As, Mu’awiyah bin Abu Sofyan, Abdullah bin Zubair, Aisyah binti Abu Bakar, Hafsah binti Umar, Ummu Salamah, Ubay bin Ka’b, Mu’az bin Jabal, Zaid bin Tsabit, Abu Darba, dan Anas bin Malik.
Adapun sahabat-sahabat yang menjadi juru tulis wahyu antara lain adalah Abu Bakar as-Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Amir bin Fuhairah, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’b, Mu’awiyah bin Abu Sofyan, Zubair bin Awwam, Khalid bin Walid, dan Amr bin As.
Tulisan ayat-ayat Al-Qur’an yang ditulis oleh mereka disimpan di rumah Rasulullah, mereka juga menulis untuk disimpan sendiri. Saat itu tulisan-tulisan tsb belum terkumpul dalam satu mushaf seperti yang dijumpai sekarang. Pengumpulan Al-Qur’an menjadi satu mushaf baru dilakukan pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, setelah Rasulullah SAW wafat.
Kenapa Al-Qur’an Tidak Dibukukan Dalam Satu Mushhaf (Pada Masa Nabi)
Pengumpulan Al-Qur’an yang tidak dilakukan secara sekaligus, melainkan melalui beberapa masa, dimana kemudian menjadi suatu mushhaf yang utuh.
Di sini kami bertanya: “Kenapa Al-Qur’an pada masa Nabi SAW tidak dikumpulkan dan disusun dalam bentuk satu mushhaf?. Jawabnya adalah:
Pertama: Al-Qur’an diturunkan tidak sekaligus, tetapi berangsur-angsur dan terpisah-pisah. Tidaklah mungkin untuk membukukannya sebelum secara keseluruhannya selesai.
Kedua: Sebagian ayat ada yang dimansukh. Bila turun ayat yang menyatakan nasakh, maka bagaimana mungkin bisa dibukukan datam satu buku.
Ketiga: Susunan ayat dan surat tidaklah berdasarkan urutan turunnya. Sebagian ayat ada yang turunnya pada saat terakhir wahyu tetapi urutannya ditempatkan pada awal surat. Yang demikian tentunya menghendaki perubahan susunan tulisan.
Keempat: Masa turunnya wahyu terakhir dengan wafatnya Rasululah SAW adalah sangat pendek/dekat. Sebagaimana pembahasan terdahulu bahwa ayat Al-Qur’an yang terakhir adalah:
Firman Allah SWT:
Kemudian Rasulullah SAW berpulang ke rahmatullah setelah sembilan hari dari turunnya ayat tersebut. Dengan demikian masanya sangat relatip singkat, yang tidak memungkinkan untuk menyusun atau membukukannya sebelum sempurna turunnya wahyu.
Kelima: Tidak ada motifasi yang mendorong untuk mengumpulkan Al-Qur’an menjadi satu mushhaf sebagaimana yang timbul pada masa Abu Bakar. Orang-orang Islam ada dalam keadaan baik, ahli baca qur’an begitu banyak, fitnah-fitnah dapat diatasi. Berbeda pada masa Abu Bakar dimana gejala-gejala telah ada; banyaknya yang gugur, sehingga khawatir kalau Al-Qur’an akan lenyap.
Kesimpulan: Kalau Al-Qur’an sudah dibukukan dalam satu mushhaf, sedangkan situasi sebagaimana yang tersebut di atas, niscaya Al-Qur’an akan mengalami perubahan dan pergantian selaras dengan terjadinya naskh (ralat) atau munculnya sebab disamping perlengkapan menulis tidak mudah didapat.
Kondisi tidak akan membantu untuk melepaskan mushhaf yang lebih dahulu dan harus berpegang pada mushhaf yang baru karena tidak mungkin setiap bulan ada satu mushhaf yang mencakup tiap ayat Al-Qur’an yang diturunkan. Namun setelah masalahnya stabil yaitu dengan berakhirnya penurunan, wafatnya Rasul, tidak lagi diralat, dan diketahuinya susunan, maka mungkinlah dibukukan menjadi satu mushhaf. Dan inilah yang dilakukan oleh Abu Bakar r.a. khalifah yang bijaksana, semoga Allah membalas jasanya atas perbuatan beliau dalam mengumpulkan Al-Qur’an beserta orang-orang Islam yang mengikuti jejaknya dengan balasan yang berlipat anda.
Beberapa Pertanyaan Sekitar Pengumpulan Al-Qur’an
Permasalahan yang mungkin sekali dihadapi dan diapungkan oleh kita
Ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab secara terperinci. Secara ringkas kami simpulkan sebagai berikut:
Pertama: Mengapa Abu Bakar ragu-ragu dalam masalah pengumpulan Al-Qur’an padahal masalahnya sangat baik lagi pula diwajibkan oleh Islam?
Jawabnya adalah: Abu Bakar khawatir kalau-kalau orang mempermudah dalam usaha menghayati dan menghafal Al-Qur’an, cukup dengan hafalan yang tidak mantap dan khawatir kalau-kalau mereka hanya berpegang dengan apa yang ada pada mushhaf yang akhirnya jiwa mereka lemah untuk menghafal Al-Qur’an. Minat untuk menghafal dan menghayati Al-Qur’an akan berkurang karena telah ada tulisan dan terdapat dalam mushhaf-mushhaf yang dicetak untuk standar membacanya, sedangkan sebelum ada mushhaf-mushhaf mereka begitu mencurahkan kesungguhannya untuk menghafal Al-Qur’an.
Dari segi yang lain bahwasanya Abu Bakar Siddiq adalah benar-benar orang yang bertitik-tolak dari batasan-batasan syari’at, selalu berpegang menurut jejak-jejak Rasulullah SW, dimana ia khawatir kalau-kalau idenya itu termasuk bid’ah yang tidak dikehendaki oleh Rasul Karena itulah maka Abu Bakar mengatakan kepada Umar: “Mengapa saya harus mengerjakan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW? Barangkali ia takut terseret oleh ide-ide dan gagasan yang membawanya untuk menyalahi sunnah Rasulullah SAW serta membawa kepada bid’ah.
Tetapi tatkala ia menganggap bahwa hal tersebut adalah sangat penting dan pendapat tersebut pada hakikatnya adalah merupakan suatu sarana yang amat penting demi kelestarian kitab Al-Qur’an dan demi terpeliharanya dari kemusnahan dan perubahan, lagi pula ia meyakini bahwa hal tersebut tidaklah termasuk masalah yang menyalahi ketentuan dan bid’ah yang sengaja dibikin-bikin, maka ia bertekad baik untuk mengumpulkan Al-Qur’an. Akhirnya ia bisa memuaskan Zaid mengenai masalah ini sehingga Allah melapangkan dadanya dan Zaid tampil untuk melaksanakan usaha yang amat penting ini. wallahu alam.
Kedua: Kenapa Abu Bakar dalam hal ini memilih Zaid bin Tsabit dari shahabat lainnya?.
Jawabnya adalah: Zaid adalah orang yang betul-betul memiliki pembawaan/kemampuan yang tidak dimiliki oleh shahabat lainnya dalam hal mengumpulkan Al-Qur’an, ia adalah orang yang hafal Al-Qur’an, ia seorang sekretaris wahyu bagi Rasulullah SAW, ia menyamakan sajian yang terakhir dari Al-Qur’an yaitu dikala penutupan masa hayat Rasulullah SAW.
Disamping itu ia dikenal sebagai orang yang wara’ (bersih dari noda), sangat besar tanggungjawabnya terhadap amanat, baik akhlaknya dan taat dalam agamanya. Lagi pula ia dikenal sebagai orang yang tangkas (IQ-nya tinggi). Demikianlah kesimpulan kata-kata Abu Bakar yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari tatkala ia memanggilnya dengan mengatakan: “Anda adalah seorang pemuda yang tangkas yang tidak kami ragukan. Anda adalah penulis wahyu Rasul”.
Dengan beberapa sifat dan keistimewaan di atas, Abu Bakar Shiddiq memilih dan menunjuknya sebagai pengumpul Al-Qur’an. Adapun alasan yang menyatakan bahwa Zaid bin Tsabit adalah seorang yang sangat teliti, dapat dilihat dari kata-katanya: “Demi Allah, andaikata saya ditugaskan untuk memindahkan sebuah bukit tidaklah lebih berat jika dibandingkan degan tugas yang dibebankan kepadaku ini”. (Al-Hadits).

11 Peristiwa Dalam Sejarah Islam Yang Terjadi Di Bulan Ramadhan

Bulan Ramadhan tidak sebatas sebagai bulan suci bagi umat Muslim. Dalam sejarah Islam, sejumlah peristiwa besar yang sangat menentukan dan bermakna bagi umat Muslim terjadi di bulan ini. Sedikitnya, ada 11 peristiwa penting yang terjadi dalam sejarah Islam, baik klasik ataupun modern. Apa sajakah peristiwa-peristiwa tersebut?
Berikut 11 Peristiwa Bersejarah Islam di Bulan Ramadhan.
1. Pembebasan Makkah (Fathul Makkah)
Apa itu Fathul Makkah? Peristiwa Fathul Makkah adalah sebuah peristiwa di mana akhirnya Nabi Muhammad dan para sahabat berhasil menguasai Makkah dan menghancurkan berhala-berhala di sekitarnya. Sehingga Ka’bah kembali suci. Peristiwa ini bermula dari perjanjian Hudaibiyah tahun 628 M. Ini adalah perjanjian antara kaum muslimin dan kaum Quraisy. Perjanjian ini terjadi ketika satu rombongan yang dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad hendak melaksanakan haji di Baitullah. Namun, pihak Quraisy melihatnya sebagai sebuah ancaman. Jika orang-orang dari Madinah, yang notabene adalah rival dari kafir Quraisy datang ke Makkah, maka apa tanggapan orang-orang nanti? Untuk itulah, pemuka-pemuka Quraisy dengan segala daya upaya menyusun sebuah strategi, yaitu mengikat kaum muslimin dalam suatu perjanjian agar tidak dapat leluasa mengunjungi Makkah. Dan terjadilah perjanjian Hudaibiyah. Ketakutan kaum kafir Quraisy ini wajar muncul, sebab setelah Nabi saw dan beberapa ratus sahabat hijrah dari Makkah menuju Yatsrib (Madinah), antara kaum Muslimin dan kaum Quraisy hampir selalu terjadi peperangan yang tak terelakkan. Dalam pengepungan selama 20 hari oleh 10 ribu pasukan Quraisy terhadap Madinah pada tahun 627 M, Nabi Muhammad saw dan 3.000 umat Islam berhasil mempertahankan Madinah.
Isi perjanjian Hudaibiyah antara lain:
Pertama, gencatan senjata selama sepuluh tahun
Kedua, orang Islam dibenarkan memasuki Makkah pada tahun berikutnya, tinggal di sana selama tiga hari saja dengan hanya membawa sebilah senjata.
Ketiga, bekerja sama dalam perkara yang membawa kepada kebaikan.
Keempat, orang Quraisy yang lari ke pihak Islam harus dikembalikan ke Makkah.
Kelima, orang Islam yang lari ke Makkah tidak dikembalikan ke Madinah,
keenam, kedua belah pihak boleh membangun kerja sama dengan kabilah lain tapi tidak boleh membantu dalam hal peperangan.
Akhirnya pada tahun 630 tepatnya pada tanggal 10 Ramadan 8 H, Nabi Muhammad beserta 10.000 pasukan bergerak dari Madinah menuju Makkah, dan kemudian menguasai Makkah secara keseluruhan tanpa pertumpahan darah sedikit pun, sekaligus menghancurkan berhala yang ditempatkan di dalam dan sekitar Ka’bah.
2. Bulan Diturunkan Alquran
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Alquran: “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil)…” (QS Al Baqarah: 185)
Imam Ibnu Katsir menjelaskan: “Allah SWT memuji Ramadan di antara bulan-bulan lainnya, karena Dia telah memilihnya di antara semua bulan sebagai bulan yang padanya diturunkan Al-quran yang agung”. Sebagaimana Allah mengkhususkan Ramadan sebagai bulan diturunkannya Alquran, sesungguhnya telah disebutkan oleh hadits bahwa pada bulan Ramadhan pula kitab Allah lainnya diturunkan kepada para Nabi sebelum Nabi Muhammad saw.
Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya meriwayatkan: “Lembaran-lembaran (shuhuf) Nabi Ibrahim diturunkan pada permulaan malam Ramadan dan kitab Taurat diturunkan pada tanggal enam Ramadan, dan kitab Injil diturunkan pada tanggal tiga belas Ramadan, sedang Alquran diturunkan pada tanggal dua puluh empat Ramadhan.” (HR. Ahmad dalam Musnad, dan dinyatakan hasan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah, no. 1575)
3. Peristiwa Perang Badar
Pada hari Jumat 2 Ramadhan tahun ke-2 H terjadi perang pertama dalam Islam yang dikenal Perang Badar. Badar adalah nama tempat di sebuah lembah yang terletak di antara Madinah dan Makkah. Tentara Islam mengontrol lokasi strategis dengan menguasai sumber air yang ada di daerah tersebut.
Perang ini melibatkan tentara Islam sebanyak 313 anggota berhadapan dengan 1.000 tentara musyrikin Makkah yang lengkap bersenjata. Dalam perang ini, tentara Islam memenangkan pertempuran dengan 70 tentara musyrikin terbunuh, 70 lagi ditawan. Sisanya melarikan diri.
Perang ini adalah suatu yang luar biasa ketika tentara Islam yang kurang jumlah, lemah dari sudut kelengkapan dan berpuasa dalam bulan Ramadan memenangkan pertempuran Perang Badar. Ini membuktikan puasa bukan penyebab umat Islam bersikap lemah dan malas sebaliknya berusaha demi mencapai keridhaan Allah. Orang yang berjuang demi mencapai keridhaan Allah pasti mencapai kemenangan yang dijanjikan.
“Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya” (QS Al-Imran:123)
4. Islam Masuk ke Yaman
Yaman terletak di selatan semenanjung tanah Arab. Nabi Muhammad mengutus Ali bin Abi Thalib dengan membawa surat beliau untuk penduduk Yaman khususnya suku Hamdan. Dalam periode satu hari, semua mereka memeluk agama Islam secara aman. Peristiwa bersejarah itu terjadi pada bulan Ramadan tahun ke-10 hijrah.
5. Khalid bin Walid Meruntuhkan Berhala Al ‘uzza
Setelah umat Islam membebaskan kota Makkah, Nabi Muhammad saw menyucikannya dengan memusnahkan 360 patung di sekeliling Ka’bah. Lima hari sebelum berakhirnya Ramadhan tahun ke-9 H, Rasulullah mengirim Khalid bin Walid untuk memusnahkan patung al ‘Uzza di Nakhla. Menurut kepercayaan Arab jahiliyah, al ‘Uzza adalah patung dewi terbesar di daerah tersebut. Khalid bin Walid melaksanakan tugas itu dengan bergerak menuju ke Nakhla lalu menghancurkan patung al ‘Uzza. Setelah itu, penyembahan patung pun berakhir.
6. Penyerahan Kota Taif
Kota Taif pernah mencatat sejarah ketika penduduknya mengusir Nabi Muhammad saw saat berdakwah di sana. Setelah beliau dan umat Islam berhasil membebaskan Makkah, kaum Bani Thaqif bersikeras tidak mau tunduk kepada Nabi Muhammad.
Nabi muhammad dan tentara Islam lalu maju ke Taif dan mengepungnya dalam waktu lama. Akhirnya kaum Bani Thaqif datang ke Makkah di bulan Ramadan tahun ke-9 H dengan menyerahkan kota Taif sebagai tanda menyerah.
7. Pembebasan Andalusia (Spanyol)
Andalus adalah nama Arab yang diberikan kepada wilayah-wilayah bagian semenanjung Liberia yang diperintah oleh orang Islam selama beberapa waktu mulai tahun 711 sampai 1492 M. Pada 28 Ramadan tahun ke-92 H, panglima Islam bernama Tariq bin Ziyad dikirim pemerintahan Bani Umayyah untuk menawan Andalus.
Tariq memimpin armada Islam menyeberangi laut yang memisahkan Afrika dan Eropa. Setelah pasukan Islam mendarat, Tariq membakar kapal-kapal tentara Islam agar mereka tidak berpikir untuk mundur. Akhirnya pasukan Tariq berhasil menguasai Andalus dan menyelamatkan rakyat Andalus yang dizalimi. Islam bertapak di Andalus selama delapan abad.
8. Peperangan Zallaqah di Portugal
Peristiwa ini terjadi setelah subuh hari Jumat, bulan Ramadan tahun 459 H. Ketika itu, terjadi kebangkitan dinasti Murabit di Afrika Utara. Gubernur Cordova, Al Muktamin meminta bantuan Sultan Dinasti Murabit, Yusuf bin Tasyifin untuk memerangi Alfonso VI.
Tentara yang dipimpin oleh Alfonso VI yang berjumlah 80.000 tentara berhasil dikalahkan. Dalam waktu yang singkat Sultan Yusuf berhasil menguasai seluruh Spanyol dan menyelamatkan umat Islam. Setelah itu, Dinasti Murabit di Spanyol berdiri sejak 1090 sampai 1147 M.
9. Tentara Islam Mengalahkan Tentara Mongol
Pada tahun 126 sampai 1405 M, kaum Mongol melebarkan penaklukannya hampir semua benua Asia. Menurut sejarah, kekaisaran penaklukan mereka seluas 33 juta kilometer persegi. Jenderal tentara Mongol dikenal sebagai Genghis Khan. Dalam misi penaklukan itu, mereka membunuh lebih sejuta rakyat negara yang dikalahkan. Penaklukan mereka menjangkau sampai ke Moscow dan Kiev.
Pada tahun 1258, tentara pimpinan jenderal Hulagu Khan menyerbu kota Baghdad yang menjadi kemegahan Dinasti Abbasiah. Dalam serangan itu, banyak umat Islam terbunuh dan banyak buku karangan sarjana Islam dibuang ke dalam Sungai Eufrat dan Dajlah sehingga airnya menjadi hitam karena tinta. Pada 15 Ramadan 658 H bersamaan 1260 M, tentara Islam bangkit membuat serangan balas. Tentara Islam dan para ulama pimpinan Sultan Qutuz dari dinasti Mamluk, Mesir menyerbu ke Palestina setelah Mongol menguasainya. Kedua pihak bertemu di Ain jalut. Terjadilah Perang Ain Jalut.
Dalam pertempuran itu, tentara Islam meraih kemenangan dan berhasil menawan Kitbuqa Noyen, penasihat Hulagu Khan yang menasihatinya untuk menyerang Baghdad. Kitbuqa akhirnya dieksekusi. Kemenangan itu adalah suatu yang luar biasa saat Mongol yang terkenal dengan kekerasan akhirnya kalah pada tentara Islam.
10. Peperangan Yakhliz
Pada 15 Ramadan 1294 H, tentara Islam dari Dinasti Ottoman yang dipimpin oleh Ahmad Mukhtar Basya dengan jumlah 34.000 anggota mengalahkan tentara Rusia yang berjumlah 740.000. Sebanyak 10.000 tentara Rusia tewas dalam pertempuran itu. Ia menjadi kebanggaan umat Islam mempertahankan agama yang diancam oleh pemerintah Tzar di Rusia.
11. Direbutnya Garis Bar Lev, Israel
Dalam sejarah modern, terjadi Perang Yom Kippur yang melibatkan tentara Islam (Mesir dan Syria) dengan tentara Israel pada 10 Ramadan 1390 H bertepatan dengan 6 0ktober sampai 22 atau 24 Oktober 1973 M. Perang Yom Kippur, juga dikenal sebagai perang Arab-Israel 1973, Perang Oktober, dan Perang Ramadan.
Ia adalah bagian dari konflik Arab-Israel sejak dari tahun 1948. Pada bulan Juni 1967, terjadi perang enam hari antara Israel dengan Mesir, Syria dan Yordania. Dalam pertempuran itu, Israel berhasil menduduki bukit Golan, Syria, di utara dan semenanjung Sinai, Mesir, di selatan hingga ke kanal Suez. Setelah itu, Israel membangun barisan pertahanan di Sinai dan bukit Golan. Pada tahun 1971, Israel mengalokasikan USD 500 juta untuk membangun benteng dan kerja tanah raksasa yang dinamai Garis Bar Lev, mengambil nama jenderal Israel, Haim Ber Lev.
Tentara Islam berhasil merebut benteng itu sekaligus mengalahkan Israel. Antara peristiwa menarik dalam perang ini adalah peran seorang sarjana Islam merangkap sebagai Imam Masjid kota Suez, Syeikh Hafiz Salamah yang memimpin peperangan

Peristiwa Israk Mikraj Nabi Muhammad S.A.W

Israk MikrajIsrak Mikraj adalah satu peristiwa besar dalam sejarah hidup Rasululah dan dalam sejarah umat Islam. Peristiwa Israk dan Mikraj ini didahului dengan beberapa peristiwa yang mendukacitakan Rasulullah saw. Antaranya kematian bapa saudara Baginda, Abu Talib dan kewafatan isteri Baginda yang tercinta iaitu Saiyidatina Khadijah rha. Begitu juga peristiwa penolakan kaum Taif terhadap dakwah Baginda saw. Maka peristiwa Israk dan Mikraj ini dirumuskan sebagai kemuliaan dan hiburan istimewa dari Allah swt kepada kekasih-Nya.

Ringkasan peristiwa Israk dan Mikraj

Sebelum Israk dan Mikraj 

Sebelum berlakunya Israk dan Mikraj Rasulullah SAW mengalami pembedahan dada/perut oleh malaikat. Hati Baginda SAW dicuci dengan air zamzam, dibuang ketul hitam ('alaqah) iaitu tempat syaitan membisikkan was-wasnya. Kemudian dituangkan hikmat, ilmu dan iman ke dalam dada Rasulullah SAW. Setelah itu, dadanya dijahit dan dimeterikan dengan "khatimin nubuwwah". Selesai pembedahan, didatangkan binatang bernama Buraq untuk ditunggangi oleh Rasulullah dalam perjalanan luar biasa yang dinamakan "Israk" itu.

Semasa Israk (Perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil-Aqsa)

Sepanjang perjalanan (Israk) itu, Rasulullah SAW diiringi (ditemani) oleh malaikat Jibrail dan Israfil. Tiba di tempat-tempat tertentu (tempat-tempat yang mulia dan bersejarah), Rasulullah telah diarah oleh Jibrail supaya berhenti dan bersembahyang sebanyak 2 rakaat. Antara tempat-tempat berkenaan ialah: 

  1. Negeri Thaibah (Madinah), tempat di mana Rasulullah akan melakukan hijrah. 
  2. Bukit Tursina, iaitu tempat Nabi Musa AS menerima wahyu daripada Allah.   
  3. Baitul-Laham (tempat Nabi Isa AS dilahirkan)
    Dalam perjalanan itu juga baginda Rasulullah SAW menghadapi gangguan jin 'Afrit dengan api jamung dan dapat menyaksikan peristiwa-peristiwa simbolik yang amat ajaib. 

    Peristiwa-peristiwa tersebut adalah seperti berikut:

    • Kaum yang sedang bertanam dan terus menuai hasil tanaman mereka. Apabila dituai, hasil (buah) yang baru keluar semula seolah-olah belum lagi dituai. Hal ini berlaku berulang2. Rasulullah SAW diberitahu oleh Jibrail: Itulah kaum yang berjihad "Fisabilillah" yang digandakan pahala kebajikan sebanyak 700 kali ganda bahkan sehingga gandaan yang lebih banyak. 
    • Tempat yang berbau harum. Rasulullah SAW diberitahu oleh Jibrail: Itulah bau kubur Masitah (tukang sisir rambut anak Fir'aun) bersama suaminya dan anak-anaknya (termasuk bayi yang dapat bercakap untuk menguatkan iman ibunya) yang dibunuh oleh Fir'aun kerana tetap teguh beriman kepada Allah (tak mahu mengakui Fir'aun sebagai Tuhan).  
    • Sekumpulan orang yang sedang memecahkan kepala mereka. Setiap kali dipecahkan, kepala mereka sembuh kembali, lalu dipecahkan pula. Demikian dilakukan berkali-kali. Jibrail memberitahu Rasulullah: Itulah orang yang berat kepala mereka untuk sujud (solat).
    • Sekumpulan orang yang hanya menutup kemaluan mereka (qubul dan dubur) dengan secebis kain. Mereka dihalau seperti binatang ternakan. Mereka makan bara api dan batu dari neraka Jahannam. Kata Jibrail: Itulah orang yang tidak mengeluarkan zakat harta mereka. 
    • Satu kaum, lelaki dan perempuan, yang memakan daging mentah yang busuk sedangkan daging masak ada di sisi mereka. Kata Jibrail: Itulah lelaki dan perempuan yang melakukan zina sedangkan lelaki dan perempuan itu masing-masing mempunyai isteri/suami. 
    • Lelaki yang berenang dalam sungai darah dan dilontarkan batu. Kata Jibrail: Itulah orang yang makan riba. 
    • Lelaki yang menghimpun seberkas kayu dan dia tak terdaya memikulnya, tapi ditambah lagi kayu yang lain. Kata Jibrail: Itulah orang tak dapat menunaikan amanah tetapi masih menerima amanah yang lain. 
    • Satu kaum yang sedang menggunting lidah dan bibir mereka dengan penggunting besi berkali2. Setiap kali digunting, lidah dan bibir mereka kembali seperti biasa. Kata Jibrail: Itulah orang yang membuat fitnah dan mengatakan sesuatu yang dia sendiri tidak melakukannya. 
    • Kaum yang mencakar muka dan dada mereka dengan kuku tembaga mereka. Kata Jibrail: Itulah orang yang memakan daging manusia (mengumpat) dan menjatuhkan maruah (mencela, menghinakan) orang. 
    • Seekor lembu jantan yang besar keluar dari lubang yang sempit. Tak dapat dimasukinya semula lubang itu. Kata Jibrail: Itulah orang yang bercakap besar (Takabbur). Kemudian menyesal, tapi sudah terlambat. 
    • Seorang perempuan dengan dulang yang penuh dengan pelbagai hiasan. Rasulullah tidak mempedulikannya. Kata Jibrail: Itulah dunia. Jika Rasulullah memberi perhatian kepadanya, nescaya umat Islam akan mengutamakan dunia daripada akhirat. 
    • Seorang perempuan tua duduk di tengah jalan dan menyuruh Rasulullah berhenti. Rasulullah SAW tidak menghiraukannya. Kata Jibrail: Itulah orang yang mensia2kan umurnya sampai ke tua. 
    • Seorang perempuan bongkok 3 menahan Rasulullah untuk bertanyakan sesuatu. Kata Jibrail: Itulah gambaran umur dunia yang sangat tua dan menanti saat hari kiamat.
    Setibanya di masjid Al-Aqsa, Rasulullah turun dari Buraq. Kemudian Baginda masuk ke dalam masjid dan mengimamkan solat 2 rakaat dengan segala anbia dan mursalin menjadi makmum.

    Rasulullah SAW terasa dahaga lalu dibawa Jibrail 2 bejana yang berisi arak dan susu. Rasulullah SAW memilih susu lalu diminumnya. Kata Jibrail: Baginda membuat pilihan yang betul. Jika arak itu dipilih, nescaya ramai umat baginda akan menjadi sesat.

    Semasa Mikraj (Naik ke Hadratul-Qudus Menemui Allah SWT)

    Didatangkan Mikraj (tangga) yang indah dari syurga. Rasulullah SAW dan Jibrail naik ke atas tangga pertama lalu terangkat ke pintu langit dunia (pintu Hafzhah). 

    Langit Pertama: Rasulullah SAW dan Jibrail masuk ke langit pertama, lalu berjumpa dengan Nabi Adam AS. Kemudian dapat melihat orang2 yang makan riba dan harta anak yatim dan melihat orang berzina yang rupa dan kelakuan mereka sangat hodoh dan buruk. Penzina lelaki bergantung pada susu penzina perempuan. 

    Langit Kedua: Nabi SAW dan Jibrail naik tangga langit yang kedua, lalu masuk dan bertemu dengan Nabi Isa AS dan Nabi Yahya AS.

    Langit Ke-3: Naik langit ketiga. Bertemu dengan Nabi Yusuf AS. 

    Langit Keempat: Naik tangga langit keempat. Bertemu dengan Nabi Idris AS. 

    Langit Kelima: Naik tangga langit kelima. Bertemu dengan Nabi Harun AS yang dikelilingi oleh kaumnya Bani Israil. 

    Langit Keenam: Naik tangga langit keenam. Bertemu dengan Nabi2. Seterusnya dengan Nabi Musa AS. Rasulullah mengangkat kepala (disuruh oleh Jibrail) lalu dapat melihat umat baginda sendiri yang ramai, termasuk 70,000 orang yang masuk syurga tanpa hisab. 

    Langit Ketujuh: Naik tangga langit ketujuh dan masuk langit ketujuh lalu bertemu denan Nabi Ibrahim Khalilullah yang sedang bersandar di Baitul-Makmur dihadapi oleh beberapa kaumnya. Kepada Rasulullah SAW, Nabi Ibrahim AS bersabda, "Engkau akan berjumpa dengan Allah pada malam ini. Umatmu adalah akhir umat dan terlalu dhaif, maka berdoalah untuk umatmu.

    Suruhlah umatmu menanam tanaman syurga iaitu La Haula Wala Quwwata Illa Billah. Mengikut riwayat lain, Nabi Ibrahim AS bersabda, "Sampaikan salamku kepada umatmu dan beritahu mereka, syurga itu baik tanahnya, tawar airnya dan tanamannya ialah 5 kalimah, iaitu Subhanallah, Wal-Hamdulillah, Wa La Ilaha Illallah Allahu Akbar dan Wa La Haula  Wa La Quwwata Illa Billahil - 'Aliyyil-'Azhim. Bagi orang yang membaca setiap kalimah ini akan ditanamkan sepohon pokok dalam syurga".

    Setelah melihat beberapa peristiwa lain yang ajaib, Rasulullah dan Jibrail masuk ke dalam Baitul-Makmur dan bersembahyang (Baitul-Makmur terletak betul-betul di atas Baitullah di Mekah). 

    Tangga Kelapan: Di sinilah disebut "al-Kursi" yang berbetulan dengan dahan pokok Sidratul-Muntaha. Rasulullah SAW menyaksikan pelbagai keajaiban pada pokok itu: Sungai air yang tak berubah, sungai susu, sungai arak dan sungai madu lebah. Buah, daun-daun, batang dan dahannya berubah-ubah warna dan bertukar menjadi pemata-permata yang indah. Unggas-unggas emas berterbangan. Semua keindahan itu tidak terperi oleh manusia. Baginda Rasulullah SAW dapat menyaksikan pula sungai Al-Kautsar yang terus masuk ke syurga. Seterusnya baginda masuk ke syurga dan melihat neraka berserta Malik penunggunya. 

    Tangga Kesembilan: Di sini berbetulan dengan pucuk pokok Sidratul-Muntaha. Rasulullah SAW masuk di dalam nur dan naik ke Mustawa dan Sharirul-Aqlam. Baginda dapat melihat seorang lelaki yang ghaib di dalam nur' Arasy, iaitu lelaki di dunia yang lidahnya sering basah berzikir, hatinya tertumpu penuh kepada masjid dan tidak memaki ibu bapanya.

    Tangga Kesepuluh: Baginda Rasulullah sampai di Hadhratul-Qudus dan Hadhrat Rabbul-Arbab lalu dapat menyaksikan Allah SWT dengan mata kepalanya, lantas sujud. Kemudian berlakulah dialog antara Allah dan Muhammad, Rasul-Nya:

    Allah SWT: Ya Muhammad.

    Rasulullah: Labbaika.

    Allah SWT: Angkatlah kepalamu dan bermohonlah, Kami perkenankan. 

    Rasulullah: Ya, Rabb. Engkau telah ambil Ibrahim sebagai Khalil dan Engkau berikan dia kerajaan yang besar. Engkau berkata2 dengan Musa. Engkau berikan Dawud kerajaan yang besar dan dapat melembutkan besi. Engkau kurniakan kerajaan kepada Sulaiman yang tidak Engkau kurniakan kepada sesiapa pun dan memudahkan Sulaiman menguasai jin, manusia, syaitan dan angin. Engkau ajarkan Isa Taurat dan Injil. Dengan izin-Mu, dia dapat menyembuhkan orang buta, orang sufaq dan menghidupkan orang mati. Engkau lindungi dia dan ibunya daripada syaitan.

    Allah SWT: Aku ambilmu sebagai kekasih. Aku perkenankanmu sebagai penyampai berita gembira dan amaran kepada umatmu. Aku buka dadamu dan buangkan dosamu. Aku jadikan umatmu sebaik2 umat. Aku beri keutamaan dan keistimewaan kepadamu pada hari kiamat. Aku kurniakan 7 ayat (surah Al-Fatihah) yang tidak aku kurniakan kepada sesiapa sebelummu. Aku berikanmu ayat2 di akhir surah al-Baqarah sebagai satu perbendaharaan di bawah 'Arasy. Aku berikan habuan daripada kelebihan Islam, hijrah, sedekah dan amar makruf dan nahi munkar. Aku kurniakanmu panji2 Liwa-ul-hamd, maka Adam dan semua yang lainnya di bawah panji2mu. Dan Aku fardukan atasmu dan umatmu 50 (waktu) sembahyang. 

    Selesai munajat, Rasulullah SAW di bawa menemui Nabi Ibrahim AS kemudian Nabi Musa AS yang kemudiannya menyuruh Rasulullah SAW merayu kepada Allah SWT agar diberi keringanan mengurangkan jumlah waktu sembahyang itu. Selepas 9 kali merayu, (setiap kali dikurangkan 5 waktu), akhirnya Allah perkenan memfardukan sembahyang 5 waktu sehari semalam dengan mengekalkan nilainya sebanyak 50 waktu juga.

    Selepas Mikraj

    Rasulullah SAW turun ke langit dunia semula. Seterusnya Baginda turun ke Baitul-Maqdis lalu menunggang Buraq ke Mekah pada malam yang sama. Dalam perjalanan ini baginda bertemu dengan beberapa peristiwa yang kemudiannya menjadi saksi (bukti) peristiwa Israk dan Mikraj yang amat ajaib (Daripada satu riwayat peristiwa itu berlaku pada malam Isnin, 27 Rejab, kira2 18 bulan sebelum hijrah). Wallahu'alam.

    Selasa, 10 Februari 2015

    ASAL USUL HAJAR ASWAD

    Ketika Nabi Ibrahim a.s bersama anaknya membina Kaabah banyak kekurangan yang dialaminya. Pada mulanya Kaabah itu tidak ada bumbung dan pintu masuk. Nabi Ibrahim a.s bersama Nabi Ismail bertungkus lumus untuk menjayakan pembinaannya dengan mengangkut batu dari berbagai gunung.

    Dalam sebuah kisah disebutkan apabila pembinaan Kaabah itu selesai, ternyata Nabi Ibrahim masih merasakan kekurangan sebuah batu lagi untuk diletakkan di Kaabah.

    Nabi Ibrahim berkata Nabi Ismail berkata, "Pergilah engkau mencari sebuah batu yang akan aku letakkan sebagai penanda bagi manusia."

    Kemudian Nabi Ismail a.s pun pergi dari satu bukit ke satu bukit untuk mencari batu yang baik dan sesuai. Ketika Nabi Ismail a.s sedang mencari batu di sebuah bukit, tiba- tiba datang malaikat Jibril a.s memberikan sebuah batu yang cantik. Nabi Ismail dengan segera membawa batu itu kepada Nabi Ibrahim a.s. Nabi Ibrahim a.s. merasa gembira melihat batu yang sungguh cantik itu, beliau menciumnya beberapa kali. Kemudian Nabi Ibrahim a.s bertanya, "Dari mana kamu dapat batu ini?"

    Nabi Ismail berkata, "Batu ini kuterima daripada yang tidak memberatkan cucuku dan cucumu (Jibril)."

    Nabi Ibrahim mencium lagi batu itu dan diikuti oleh Nabi Ismail a.s. Sehingga sekarang Hajar Aswad itu dicium oleh orang-orang yang pergi ke Baitullah. Siapa saja yang bertawaf di Kaabah disunnahkan mencium Hajar Aswad. Beratus ribu kaum muslimin berebut ingin mencium Hajar Aswad itu, yang tidak mencium cukuplah dengan memberikan isyarat lambaian tangan saja.

    Ada riwayat menyatakan bahawa dulunya batu Hajar Aswad itu putih bersih, tetapi akibat dicium oleh setiap orang yang datang menziarahi Kaabah, ia menjadi hitam seperti terdapat sekarang. Wallahu a'alam.

    Apabila manusia mencium batu itu maka timbullah perasaan seolah-olah mencium ciuman Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Ingatlah wahai saudara-saudaraku, Hajar Aswad itu merupakan tempat diperkenan doa. Bagi yang ada kelapangan, berdoalah di sana, Insya Allah doanya akan dikabulkan oleh Allah. Jagalah hati kita sewaktu mencium Hajar Aswad supaya tidak menyekutukan Allah, sebab tipu daya syaitan kuat di Tanah Suci Mekah.


    Ingatlah kata-kata Khalifah Umar bin Al-Khattab apabila beliau mencium batu itu (Hajar Aswad) : "Aku tahu, sesungguhnya engkau hanyalah batu biasa. Andaikan aku tidak melihat Rasulullah S.A.W menciummu, sudah tentu aku tidak akan melakukan (mencium Hajar Aswad)."

    Perang Badar - Perang Besar Pertama Umat Islam

    perang-badar
    Disebut sebagai peristiwa besar, karena perang Badar merupakan awal perhelatan senjata dalam kapasitas besar yang dilakukan antara pembela Islam dan musuh Islam. Saking hebatnya peristiwa ini, Allah namakan hari teradinya peristiwa tersebut dengan Yaum Al Furqan (hari pembeda) karena pada waktu itu, Allah SWT, Dzat yang menurunkan syariat Islam, hendak membedakan antara yang haq dengan yang batil. Di saat itulah Allah mengangkat derajat kebenaran dengan jumlah kekuatan yang terbatas dan merendahkan kebatilan meskipun jumlah kekuatannya 3 kali lipat. Allah menurunkan pertolongan yang besar bagi kaum muslimin dan memenangkan mereka di atas musuh-musuh Islam.
    Sungguh sangat disayangkan, banyak di antara kaum muslimin di masa kita melalaikan kejadian bersejarah ini. Padahal, dengan membaca peristiwa ini, kita dapat mengingat sejarah para shahabat yang mati-matian memperjuangkan Islam, yang dengan itu, kita bisa merasakan indahnya agama ini.
    Sebelum melanjutkan tulisan, saya mengingatkan bawa tujuan tulisan bukanlah mengajak saudara untuk mengadakan peringatan hari perang badar, demikian pula tulisan tidak mengupas sisi sejarahnya, karena ini bisa didapatkan dengan merujuk buku-buku sejarah. Tulisan ini hanya mencoba mengajak pembaca untuk merenungi ibrah dan pelajaran berharga di balik serpihan-serpihan sejarah perang Badar.
    LATAR BELAKANG PERTEMPURAN
    badar
    Berawal dari Ghazwah al-Asyirah di mana Kabilah Quraisy dapat melepaskan diri dari sekatan Rasulullah, semasa keperrgiannya dari Makkah ke negeri al-Syam. bila hampir masa kepulangannya dari sana ke Makkah, Rasulullah telah mengutus Talhah bin Abdullah dan Said bin Zaid ke sebelah utara Madinah, bertugas mengintip dan memperoleh rencana terperinci mengenai hal tersebut, mereka bergerak hingga ke daerah al-Hawra’. Mereka tinggal di sana hingga Abu Sufian dan Kafilahnya berlalu. Melihat hal tersebut, mereka pun segera pulang ke Madinah melaporkan perkembangan kepada Rasulullah.
    Suatu ketika terdengarlah kabar di kalangan kaum muslimin Madinah bahwa Abu Sufyan beserta kafilah dagangnya, hendak berangkat pulang dari Syam menuju Mekkah. Kafilah Abu Sufian itu sarat dengan harta dan barangan penduduk Makkah, terdiri dari 1000 ekor unta penuh dengan muatan dan harta benda, dianggarkan tidak kurang dari 50.000 dinar emas, dan dikawal oleh pasukan berjumlah empat puluh orang saja
    Jalan mudah dan terdekat untuk perjalanan Syam menuju Mekkah harus melewati Madinah. Kesempatan berharga ini dimanfaatkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat untuk merampas barang dagangan mereka dan pukulan tepat pada sasaran militer, politik dan ekonomi terhadap kaum musyrikin sekiranya semua harta ini dapat dirampas dari tangan mereka. Harta mereka menjadi halal bagi kaum muslimin. Mengapa demikian? Bukankah harta dan darah orang kafir yang tidak bersalah itu haram hukumnya?
    Setidaknya ada dua alasan yang menyebabkan harta orang kafir Quraisy tersebut halal bagi para shahabat:
    1. Orang-orang kafir Quraisy statusnya adalah kafir harbi, yaitu orang kafir yang secara terang-terangan memerangi kaum muslimin, mengusir kaum muslimin dari tanah kelahiran mereka di Mekah, dan melarang kaum muslimin untuk memanfaatkan harta mereka sendiri.
    2. Tidak ada perjanjian damai antara kaum muslimin dan orang kafir Quraisy yang memerangi kaum muslimin.
    Dengan alasan inilah, mereka berhak untuk menarik kembali harta yang telah mereka tinggal dan merampas harta orang musyrik.
    Selain itu ada beberapa sebab lainnya yang melatar belakangi peperangan badar ini,
    1, Pengusiran Kaum Muslimin dari Kota Makkah Serta Perampasan Harta Benda Mereka
    Genderang perang terhadap kaum muslimin sebenarnya sudah ditabuh oleh orang-orang musyrikin sejak Rasulullah saw. mengumandangkan risalah dakwah yang ia bawa. Mereka menghalalkan darah kaum muslimin dan harta benda mereka di kota Makkah, khususnya terhadap orang-orang Muhajirin. Mereka rampas rumah dan kekayaan kaum Muhajirin. Orang islam pun melarikan diri dan menukarnya dengan keridhoan Allah swt. Kita dapat melihat sendiri bagaimana orang kafir Quraisy merampas dan menguasai harta benda Shuhaib sebagai imbalan diizinkannya ia untuk berhijrah ke Madinah. Kita pun dapat menyaksikan bagaimana mereka menduduki rumah-rumah dan peninggalan kaum muslimin yang ditinggal oleh pemiliknya.
    2. Penindasan Terhadap Umat Islam Hingga Kota Madinah
    Apa yang dilakukan orang Quraisy terhadap umat Islam ternyata tidak hanya ketika mereka berada di Kota Makkah. Di bahwa pimpinan Kurz bin Habbab Al-Fihri, mereka memprovokasi kaum musyrikin lainnya untuk menyerang, menteror, dan menguasai harta benda milik kaum muslimin yang ada di Kota Madinah (sebagaimana yang terjadi pada Perang Badar Shughra). Oleh karena itu, sudah sewajarnya apabila orang-orang musyrik menerima balasan atas semua permusuhan dan penindasan mereka terhadap umat Islam selama ini. Mereka begitu sadar bahwa banyak kepentingan dan hasil perdagangan mereka yang akan berpindah ke tangan orang-orang Islam di sana, selain bahwa kini Islam telah memiliki pasukan dan wilayah yang mampu memberikan perlawanan atas kewenang-wenangan, menegakkan kebenaran dan menumbangkan kebatilan meskipun orang-orang yang berhati durjana tidak menyukainya.
    STRATEGI ABU SUFYAN MENGHADAPI PASUKAN MUSLIMIN
    Waktu itu Abu Sufyan terkenal sebagai seorang yang begitu ambisius dan cerdik. Ia selalu memperhitungkan segala macam kemungkinan dan resiko yang dapat terjadi. Ia tahu benar apa yang telah dilakukan penduduk Quraisy terhadap kaum muslimin selama ini. Ia pun begitu menyadari akan kekuatan umat islam yang semakin hari semakin mengalami peningkatan dan perkembangan. Ia mengorek informasi dari setiap rombongan orang yang ditemuinya sebagai bukti kekhawatirannya atas perdagangannya berikut harta orang-orang Quraisy yang dibawanya.
    Hingga akhirnya ia mendengar kabar dari beberapa orang yang ditemuinya bahwa Nabi Muhammad telah memobilisasi sahabat-sahabatnya untuk mencegat rombongan yang sedang membawa harta perdagangan. Mendengar hal ini, ia pun segera berhati-hati dan mengambil jalur perjalanan yang lain seraya mengirim utusan kepada penduduk Quraisy yang ada di Kota Makkah untuk meminta bantuan.
    Diriwayatkan bahwa Abu Sufyan bertemu dengan Majdi bin ‘Amr dan bertanya kepadanya,
    ”Apakah engkau berjumpa dengan seseorang?”
    Ia menjawab,
    ”Aku tidak menjumpai seorang pun yang tidak kukenal kecuali dua orang penunggang unta yang berhenti di bukit itu. Kemudian mereka mengambil air dan meletakkannya di tempat air mereka lalu pergi.”
    Abu Sufyan mendatangi tempat tersebut dan mengambil beberapa buah sisa kotoran hewan mereka. Lalu ia pisahkan dan di dalamnya terdapat biji. Ia berkata, ”Demi Tuhan, ini adalah makanan hewan penduduk Yatsrib (Madinah).” Ia pun akhirnya tahu bahwa kedua orang tersebut tak lain adalah sahabat Nabi Muhammad saw. dan pasukan kaum muslimin ternyata sudah begitu dekat dari tempatnya berada. Abu Sufyan segera kembali ke tengah kafilah sambil memukuli mukanya. Ia alihkan jalur perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain, yaitu pesisir pantai demi menghindari daerah Badar menuju ke kiri sehingga kafilah pun terselamatkan.
    Keangkuhan Pasukan Abu Sufyan dan mobilisasi pasukan Quraisy
    Ketika Abu Sufyan berhasil meloloskan diri dari kejaran pasukan kaum muslimin, dia langsung mengirimkan surat kepada pasukan Mekkah tentang kabar dirinya dan meminta agar pasukan Mekkah kembali pulang. Namun, dengan sombongnya, gembong komplotan pasukan kesyirikan enggan menerima tawaran ini. Dia justru mengatakan,
    “Demi Allah, kita tidak akan kembali sampai kita tiba di Badar. Kita akan tinggal di sana tiga hari, menyembelih onta, pesta makan, minum khamr, mendengarkan dendang lagu biduwanita sampai masyarakat jazirah arab mengetahui kita dan senantiasa takut kepada kita…”
    Keangkuhan mereka ini Allah gambarkan dalam Firman-Nya,
    وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ خَرَجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بَطَرًا وَرِئَاءَ النَّاسِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَاللَّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ
    “Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya’ kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan…” (Qs. Al-Anfal: 47)
    Abu Sufyan menyewa Dhamdham bin ‘Amr Al-Ghifari agar segera menemui orang-orang Quraisy dan memberitahu mereka situasi yang tengah terjadi. Ia pun bergegas menunggangi untanya. Dengan berteriak ia berkata,
    ”Wahai orang-orang Quraisy! Harta kalian bersama Abu Sufyan terancam oleh Muhammad dan sahabat-sahabatnya. Kulihat kalian tidak akan memperolehnya. Tolonglah… tolonglah!”
    Mendengar berita ini, fanatisme mereka pun berkobar. Mereka begitu khawatir akan perdagangan mereka. Dengan cepat mereka bergerak. Semuanya pergi kecuali Abu Lahab bin ‘Abdul Muththalib. Ia mengirim Al-‘Ash bin Hisyam bin Al-Mughirah sebagai pengganti. Orang-orang Quraisy sepakat untuk bersama-sama pergi baik dalam keadaan susah maupun lapang. Di depan barisan mereka terdapat biduan wanita yang bernyanyi mendendangkan hinaan dan celaan bagi umat Islam.
    Abu Sufyan tidak hanya berpangku tangan menanti uluran bantuan dari penduduk Quraisy. Ia curahkan segenap kepiawaian yang ia miliki agar mereka tidak jatuh ke tangan kaum muslimin. Semua informasi dan peristiwa yang ada ia kumpulkan dan dianalisis hingga akhirnya ia tahu kapan pasukan muslimin pergi menghadang kafilah dagang mereka.
    Kesetiaan Pasukan Muslimin kepada Nabi
    Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa yakin bahwa yang nantinya akan ditemui adalah pasukan perang dan bukan kafilah dagang, beliau mulai cemas dan khawatir terhadap keteguhan dan semangat shahabat. Beliau sadar bahwa pasukan yang akan beliau hadapi kekuatannya jauh lebih besar dari pada kekuatan pasukan yanng beliau pimpin. Oleh karena itu, tidak heran jika ada sebagian shahabat yang merasa berat dengan keberangkatan pasukan menuju Badar. Allah SWT gambarkan kondisi mereka dalam firmanNya,
    كَمَا أَخْرَجَكَ رَبُّكَ مِنْ بَيْتِكَ بِالْحَقِّ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ لَكَارِهُونَ
    “Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya.” (Qs. Al Anfal: 5)
    Sementara itu, para komandan pasukan Muhajirin, seperti Abu Bakr dan Umar bin Al Khattab sama sekali tidak mengendor, dan lebih baik maju terus. Namun, ini belum dianggap cukup oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau masih menginginkan bukti konkret kesetiaan dari shahabat yang lain. Akhirnya, untuk menghilangkan kecemasan itu, beliau berunding dengan para shahabat, meminta kepastian sikap mereka untuk menentukan dua pilihan: (1) tetap melanjutkan perang apapun  kondisinya, ataukah (2) kembali ke madinah.
    Majulah Al Miqdad bin ‘Amr seraya berkata,
    “Wahai Rasulullah, majulah terus sesuai apa yang diperintahkan Allah kepada anda. Kami akan bersama anda. Demi Allah, kami tidak akan mengatakan sebagaimana perkataan Bani Israil kepada Musa: ‘Pergi saja kamu, wahai Musa bersama Rab-mu (Allah) berperanglah kalian berdua, kami biar duduk menanti di sini saja. [1]‘” Kemudian Al Miqdad melanjutkan: “Tetapi pegilah anda bersama Rab anda (Allah), lalu berperanglah kalian berdua, dan kami akan ikut berperang bersama kalian berdua. Demi Dzat Yang mengutusmu dengan kebenaran, andai anda pergi membawa kami ke dasar sumur yang gelap, kamipun siap bertempur bersama engkau hingga engkau bisa mencapai tempat itu.”
    Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan komentar yang baik terhadap perkataan Al Miqdad dan mendo’akan kebaikan untuknya.
    Setelah mendengar pernyataan beberapa pemimpin pasukan kaum Muhajirin, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam berkata,
    “Wahai orang-orang, siapa lagi yang akan melontarkan pendapatnya kepadaku?”
    Pertanyaan ini Rasulullah maksudkan untuk memancing pendapat dan pandangan dari para pemimpin pasukan Anshar. Sebab, mereka adalah bagian terbesar dari tentara Islam waktu itu. Di samping itu, karena perjanjian Aqabah Kubra pada dasarnya juga tidak mewajibkan masyarakat Anshar untuk melindungi RasulullahShalallahu ‘alaihi wasallam di luar kota Madinah.
    Lantas, Sa’ad ibn Muadz-pembawa bendera Anshar-pun angkat suara. Ia memahami maksud perkataan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam tersebut. Maka, ia pun segera bangkit dan berkata,
    “Demi Allah, benarkah yang engkau maksudkan adalah kami?”
    Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Benar.”
    Maka Sa’ad berkata,
    “Kami telah beriman kepadamu, sehingga kami akan selalu membenarkanmu. Dan kami bersaksi bahwa ajaran yang engkau bawa adalah benar. Karena itu, kami berjanji untuk selalu mentaati dan mendengarkan perintahmu. Berangkatlah wahai Rasululah Shalallahu ‘alaihi wasallam, jika itu yang engkau kehendaki. Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan nilai-nilai kebenaran, seandainya engkau membawa kami ke laut itu, kemudian engkau benar-benar mengarunginya, niscaya kami pun akan mengikutimu. Sungguh, tidak akan ada satu pun tentara kami yang akan tertinggal dan kami tidak takut sedikit pun kalau memang engkau memper­temukan kami dengan musuh-musuh kami esok hari. Sesungguhnya, kami adalah orang-orang yang terbiasa hidup dalam peperangan dan melakukan pertempuran. Semoga Allah memperlihatkan kepadamu berbagai hal dari kami yang dapat memberikan kebahagiaan bagimu. Maka, marilah kita berjalan menuju berkah Allah.”
    Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam merasa bahagia dengan ucapan Sa’ad tersebut hingga beliau semakin bersemangat. Kemudian, beliau berkata,
    “Berjalanlah kalian (menuju medan perang) dan beritahukan berita gembira ini. Karena, Allah telah menjanjikan kepadaku akan memberi salah satu dari kedua belah pihak. Demi Allah, sekarang ini aku seperti melihat tempat kekalahan kaum (Quraisy).”
    Lalu, mereka pun berangkat.
    Doa Rasulullah
    Pada malam itu, malam jum’at 17 Ramadhan 2 H, Nabi Allah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih banyak mendirikan shalat di dekat pepohonan. Sementara Allah menurunkan rasa kantuk kepada kaum muslimin sebagai penenang bagi mereka agar bisa beristirahat. Sedangkan kaum musyrikin di pihak lain dalam keadaan cemas. Allah menurunkan rasa takut kepada mereka. Adapun Beliau senantiasa memanjatkan do’a kepada Allah. Memohon pertolongan dan bantuan dari-Nya. Di antara do’a yang dibaca Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berulang-ulang adalah,
    “…Ya Allah, jika Engkau berkehendak (orang kafir menang), Engkau tidak akan disembah. Ya Allah, jika pasukan yang kecil ini Engkau binasakan pada hari ini, Engkau tidak akan disembah…..”
    Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulang-ulang do’a ini sampai selendang beliau tarjatuh karena lamanya berdo’a, kemudian datanglah Abu Bakar As Shiddiq radhiyallahu ‘anhu memakaikan selendang beliau yang terjatuh sambil memeluk beliau… “Cukup-cukup, wahai Rasulullah…”
    Namun Rasulullah saw. tidak berhenti berdoa kecuali setelah Allah swt. menurunkan firman-Nya,
    “Ingatlah ketika kalian memohon pertolongan kepada Tuhan kalian. Maka Ia pun mengabulkannya bagi kalian. Sesungguhnya Aku benar-benar membantu kalian dengan seribu malaikat yang berada di belakang. Dan Allah tidaklah menjadikan hal tersebut kecuali sebagai sebuah kabar gembira dan agar hati-hati kalian bisa tenang dengannya. Dan tidaklah kemenangan itu kecuali hanya datang dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
    Kemudian Rasulullah saw. berkata, “Bergembiralah, wahai Abu Bakar, pasukan itu akan dilumatkan dan lari ke belakang. Bergembiralah karena pertolongan Allah swt. telah datang. Ini Jibril memegang kendali kuda dan menungganginya. Pada giginya terdapat debu.”
    Tentang kisah ini, diabadikan Allah dalam FirmanNya,
    إِذْ يُوحِي رَبُّكَ إِلَى الْمَلَائِكَةِ أَنِّي مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِينَ آَمَنُوا سَأُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ فَاضْرِبُوا فَوْقَ الْأَعْنَاقِ وَاضْرِبُوا مِنْهُمْ كُلَّ بَنَانٍ (12) ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ شَاقُّوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَمَنْ يُشَاقِقِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَإِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (13)
    “Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman”. Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya.” (Qs. Al Anfal: 12-13)
    JUMLAH PASUKAN
    Kaum Muslimin
    Pasukan kaum muslimin di bawah kepemimpinan Rasulullah saw. berjumlah 313 orang. Mereka terdiri dari kaum Muhajirin 82 atau 86 orang, Bani Aus 61 orang, dan kalangan Khazraj 170 orang. Bersama mereka terdapat 2 ekor kuda, satu milik Zubair bin ‘Awwam dan seekor lainnya milik Miqdad bin ‘Amr, serta 70 unta yang mereka tunggangi secara bergantian.
    ‘Abdullah bin Mas’ud berkata, ”Ketika Perang Badar, setiap tiga orang dari kami menunggangi seekor unta. Abu Lubabah, ‘Ali, dan Rasulullah saw. bergantian menaiki unta. Ketika giliran Rasulullah saw. untuk berjalan kaki, keduanya berkata, ‘Kami akan menggantikanmu untuk berjalan kaki.’ Rasulullah saw. berkata, ‘Kalian berdua tidaklah sekuat diriku, dan aku tidak lebih membutuhkan pahala dari kalian berdua.’“
    Rasulullah saw. mempercayakan panji berwarna putih kepada Mush’ab bin ‘Umair. Sementara di hadapan beliau sendiri terdapat dua buah bendera. Di sebelah kanan beliau terdapat Zubair bin ‘Awwam dan di sebelah kiri terdapat Miqdad bin Al-Aswad, serta di belakangnya terdapat Qais bin Abi Sha’sha’ah.
    Allah SWT gambarkan kisah mereka dalam firman-Nya:
    وَإِذْ يَعِدُكُمُ اللَّهُ إِحْدَى الطَّائِفَتَيْنِ أَنَّهَا لَكُمْ وَتَوَدُّونَ أَنَّ غَيْرَ ذَاتِ الشَّوْكَةِ تَكُونُ لَكُمْ وَيُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُحِقَّ الْحَقَّ بِكَلِمَاتِهِ وَيَقْطَعَ دَابِرَ الْكَافِرِينَ
    “Dan (ingatlah), ketika Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu dari dua golongan (yang kamu hadapi) adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan senjata-lah yang untukmu (kamu hadapi, pent. Yaitu kafilah dagang), dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir.” (Qs. Al Anfal: 7)
    Kaum Musyrikin
    Pasukan musyrikin berhasil memobilisasi 950 orang (sebagian riwayat 1300 orang) yang kebanyakan mereka berasal dari Quraisy. Bersama mereka terdapat 200 ekor kuda dan unta dalam jumlah yang sangat banyak sekali untuk mereka tunggangi sekaligus membawa perbekalan dan makanan mereka selama di perjalanan. Mereka menyembelih kadangkala sembilan atau sepuluh ekor unta sehari.
    Orang-orang musyrikin tidak memiliki seorang pemimpin umum. Hanya saja di antara mereka terdapat dua orang terpandang, yaitu ‘Utbah bin Rabi’ah dan Abu Jahal beserta sekian orang pemuka Quraisy lainnya. Pasukan bangsa Quraisy ini dipimpin oleh Abu Jahal.
    TAHAP PENGINTAIAN
    Pasukan muslimin menyusuri jalur yang biasa dilalui oleh kafilah-kafilah dagang yang terbentang di antara Badar dan Kota Madinah. Panjangnya sekitar 60 kilometer. Rasulullah saw. mengutus beberapa orang melakukan pengintaian untuk kepentingan informasi dan keamanan dari kemungkinan serangan tiba-tiba yang kiranya tidak dapat mereka tangani.
    Tahap Pertama
    Rasulullah saw. mengutus Basbas bin ‘Amr dan ‘Ady bin Abi Zaghba. Mereka pun pergi hingga sampai ke wilayah Badar. Mereka singgah di sebuah bukit dekat dengan sumber air. Lalu mereka mengambil air dan meletakkannya pada tempat air kecil yang mereka bawa lalu meminumnya. Mereka berdua bertugas untuk mengumpulkan informasi. Akhirnya ‘Ady dan Basbas mendengar dua orang anak perempuan dari penduduk sekitar saling berselisih seputar air. Salah seorang dari mereka berkata,
    ”Besok akan datang rombongan dan aku akan bekerja untuk mereka kemudian aku akan mengganti hari yang seharusnya jadi milikmu.”
    Mereka berdua kemudian memberitahukannya kepada Rasulullah saw. dan para sahabatnya untuk memberikan analisis atas informasi tersebut.
    Tahap Kedua
    Kemudian Rasulullah saw. mengutus ‘Ali bin Abi Thalib r.a., Zubair bin ‘Awwam, dan Sa’d bin Abi Waqqash dalam satu regu untuk pergi ke sumber air di Badar sambil mencari informasi. Mereka pun berhasil menawan beberapa orang Quraisy yang bertugas untuk mengambil air. Beberapa dari mereka kemudian masuk Islam, di antaranya budak Bani Hajjaj dan ‘Aridh Abu Yasar budak Bani ‘Ash bin Sa’d. Mereka membawanya kepada Nabi untuk diinterogasi.
    Rasulullah saw. menanyai keduanya. Mereka menjawab, ”Kami adalah milik pasukan Quraisy dan kami tidak mengetahui apapun tentang Abu Sufyan.” Rasulullah saw. kembali bertanya, ”Berapa jumlah mereka?” Keduanya menjawab, ”Banyak, kami tidak tahu berapa jumlahnya.” Rasulullah saw. melanjutkan, ”Berapa banyak unta yang mereka sembelih untuk dimakan?” Keduanya menjawab, ”Sembilan, dan hari lainnya sepuluh.” Rasulullah saw. berkata, ”Mereka sekitar 900 sampai 1.000 orang.”
    Beliau melanjutkan pertanyaannya, ”Siapa saja pemuka Quraisy yang ikut bersama mereka?” Keduanya menjawab, “’Utbah bin Rabi’ah, Syaibah, Abu Al-Buhturi bin Hisyam, dan Hakim bin Hizam.” Keduanya lalu menyebutkan beberapa orang pemuka Quraisy lainnya. Kemudian Rasulullah saw. berkata, ”Kota Makkah ini telah melemparkan kepada kalian kepingan-kepingan hatinya.” Beliau mengatakannya dengan maksud untuk meyakinkan dirinya sendiri.
    Rasulullah Melakukan Pengintaian
    Rasulullah saw. pergi bersama Abu Bakar untuk melakukan pengintaian dan pengumpulan informasi. Beliau berjumpa dengan seorang badui yang sudah tua dan bertanya kepadanya tentang perihal Quraisy, Muhammad serta para sahabatnya, dan semua berita yang berhubungan dengan mereka. Orang tua itu pun menjawab,
    ”Aku tidak akan memberitahu kalian sebelum kalian mengatakan siapa diri kalian berdua?”
    Rasulullah saw. menjawab,
    ”Jika engkau memberitahu kepada kami terlebih dahulu, maka kami pun akan mengatakannya kepadamu.”
    Orang tua itu berkata, ”Atau itu dengan itu?”
    Rasulullah saw. menjawab, ”Ya.”
    Orang tua itu berkata, ”Aku dengar bahwa Muhammad dan sahabatnya keluar pada hari fulan. Dan kalau orang yang memberitahuku jujur, berarti hari ini mereka telah sampai di tempat fulan (yaitu di tempat di mana Rasulullah saw. ketika itu berada). Dan aku mendengar bahwa Quraisy keluar pada hari fulan. Dan kalau orang yang memberitahuku jujur, berarti hari ini mereka telah sampai di tempat fulan (yaitu tempat di mana pasukan Quraisy berada.)”
    Setelah selesai berbicara orang tua itu pun bertanya, ”Dari mana kalian berdua?” Rasulullah saw. menjawab, ”Kami dari Maa` (air)” Kemudian ia pergi meninggalkannya. Orang tua itu kembali bertanya, ”Apa itu Maa`? Apakah Maa` yang ada di Irak?”
    Rasulullah SAW tidak hanya menyembunyikan identitas, tapi beliau menutup kemungkinan laki-laki itu untuk berpikir bahwa beliau berdua bagian dari kelompok Muslimin, dengan menanyakan keadaan pasukan Muslim sekaligus pasukan Quraisy kepadanya. Tentu cara yang ditempuh Rasulullah SAW ini adalah cara yang amat cerdik.
    Peristiwa yang disebutkan oleh Ibnu Hisyam dalam As Sirah An Nabawiyah (2/459) itu menunjukkan bahwa praktik intelijen telah digunakan sejak masa Rasulullah SAW, juga menunjukkan bahwa beliau sendiri amat memperhatikan pentingnya aktivitas ini, guna melawan kekuatan Quraisy.
    KAUM MUSLIMIN MENGANALISIS INFORMASI
    Semua informasi yang diperoleh dari aktivitas intelejen menunjukkan bahwa rombongan kafilah dagang telah selamat dan pasukan orang-orang musyriklah yang kini berada di hadapan mereka. Pasukan Quraisy sekitar 900 hingga 1.000 orang. Di antara mereka terdapat beberapa orang pemuka Quraisy. Jumlah mereka tidak dapat disepelekan. Lalu apakah yang harus dilakukan umat Islam di hadapan informasi-informasi seperti ini?
    Demikianlah kedua pasukan semakin berdekatan dan keduanya sama-sama tidak mengetahui apakah yang akan terjadi di balik pertemuan yang menegangkan itu. Itulah latar belakang meletusnya peperangan pertama di dalam sejarah Islam telah Allah swt. susun sedemikan rupa. Sebuah peperangan antara kebenaran dan kebatilan. Allah swt. berfirman,
    ”Dan (ingatlah) ketika Allah menjanjikan kepada kalian salah satu dari dua kelompok bahwa ia akan menjadi milik kalian. Kalian berharap bahwa kelompok yang tidak memiliki kekuatanlah yang akan menjadi miliki kalian. Dan Allah swt. ingin menegakkan yang haq dengan kalimatnya, dan memusnahkan orang-orang yang kafir. Agar Ia menegakkan yang hak dan memusnahkan kebatilan meskipun orang-orang berhati durjana tidak menyukainya.” (Al-Anfal: 7-8)
    PEPERANGAN DIMULAI
    Kedua pasukan pun akhirnya saling berhadapan. Fanatisme jahiliah begitu tampak jelas pada pada diri orang-orang musyrik. Setiap orang ingin memperlihatkan kedudukan dan keberaniannya. Muncullah kemudian Al-Aswad bin ‘Abdul Asad Al-Makhzumi. Ia dikenal sebagai seorang yang sangat sadis dan biadab. Dengan nada tinggi ia menantang, “Aku berjanji kepada Tuhan bahwa aku akan meminum dari kolam mereka (yaitu kolam yang dibikin oleh orang-orang muslim), atau aku akan menghancurkannya, atau aku akan mati karenanya.” Ia pun menyerang kolam tersebut. Hamzah bin ‘Abdul Muththalib segera bergerak. Ia ayunkan pedangnya hingga menebas setengah dari kaki bagian bawahnya sebelum ia sempat sampai ke kolam tersebut. Namun demi keangkuhan sumpahnya ia merayap. Hamzah pun langsung menenggelamkannya di dalam kolam. ‘Utbah bin Rabi’ah terpancing emosinya. Ia ingin menunjukkan keberaniannya. Tampil pula bersamnya saudaranya, Syaibah dan anaknya Walid. Ia pun menantang untuk berduel. Tiga orang pemuda dari kalangan Anshar gugur di hadapan mereka. Rasulullah saw. pun kembali menjawab tantangan mereka. Maka majulah ‘Ubaidah bin Al-Harits, Hamzah bin ‘Abdul Muththalib, dan ‘Ali bin Abi Thalib, kesemuanya adalah dari keluarga Rasulullah saw. Beliau mengutamakan kemampuan mereka atas dasar keberanian dan pengalaman mereka dalam berperang sudah sangat masyhur. Dengan izin Allah swt. pula akhirnya mereka berhasil mengalahkan orang-orang Quraisy. Semangat kaum muslimin kembali terdongkrak dan kekuatan orang-orang kafir pun mulai berjatuhan.
    ‘Ubaidah (prajurit yang paling muda) berhadapan dengan ‘Utbah, Hamzah berhadapan dengan Syaibah, sementara ‘Ali berhadapan dengan Walid bin ‘Utbah.
    Hamzah tidak mengulur-ulur waktu untuk membunuh Syaibah. Demikian pula halnya yang dilakukan oleh ‘Ali terhadap Walid. Berbeda dengan ‘Ubaidah, baik ia maupun ‘Utbah sama-sama terluka. ‘Ali dan Hamzah pun segera mengayunkan pedang mereka hingga ‘Utbah tersungkur mati. Lalu keduanya membawa ‘Ubaidah ke perkemahan pasukan untuk diobati. Peristiwa ini merupakan satu awal yang baik bagi kaum muslimin sekaligus bencana bagi orang-orang musyrikin. Awal yang memilukan ini benar-benar telah membuat mereka berang. Mereka mencoba memancing emosi kaum muslimin, namun umat Islam kala itu mampu menahan diri hingga datang perintah dari Rasulullah saw. untuk melakukan penyerangan.
    Inilah korban Badar pertama kali yang menyulut peperangan.
    Selanjutnya, muncul tiga penunggang kuda handal dari kaum Musyrikin. Ketiganya berasal dari satu keluarga. Syaibah bin Rabi’ah, Utbah bin Rabi’ah, dan anaknya Al Walid bin Utbah. Kedatangan mereka ditanggapi 3 pemuda Anshar, yaitu Auf bin Harits, Mu’awwidz bin Harits, dan Abdullah bin Rawahah. Namun, ketiga orang kafir tersebut menolak adu tanding dengan tiga orang Anshar dan mereka meminta orang terpandang di kalangan Muhajirin. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Ali, Hamzah, dan Ubaidah bin Harits untuk maju. Ubaidah berhadapan dengan Al Walid, Ali berhadapan dengan Syaibah, dan Hamzah berhadapan dengan Utbah. Bagi Ali dan Hamzah, menghadapi musuhnya tidak ada kesulitan. Lain halnya dengan Ubaidah. Masing-masing saling melancarkan serangan, hingga masing-masing terluka. Kemudian lawan Ubaidah dibunuh oleh Ali radhiyallahu ‘anhu. Atas peritiwa ini, Allah abadikan dalam firmanNya,
    هَذَانِ خَصْمَانِ اخْتَصَمُوا فِي رَبِّهِمْ
    “Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Rabb mereka (Allah)…” (Qs. Al Hajj: 19)
    Setelah pertandingan satu lawan satu usai, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam meminta Ali untuk memberikan segenggam kerikil kepada beliau. Lantas, Ali pun memberikan segenggam kerikil kepada Rasulullah. Dan sesaat kemudian, beliau langsung melemparkannya ke muka pasukan Quraisy. Akibatnya, setiap orang Quraisy yang terkena lemparan itu, kedua matanya penuh dengan kerikil. Karena kejadian ini, turunlah firman Allah:
    “Dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar.” (QS. Al-Anfal: 17)
    Selanjutnya, bertemulah dua pasukan. Pertempuran-pun terjadi antara pembela Tauhid dan pembela syirik. Mereka berperang karena perbedaan prinsip beragama, bukan karena rebutan dunia. Sementara itu, Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam berada di tenda beliau, memberikan komando terhadap pasukan. Abu Bakar dan Sa’ad bin Muadz radhiyallahu ‘anhuma bertugas menjaga beliau. Tidak pernah putus, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa melantunkan do’a dan memohon bantuan dan pertolongan kepada Allah. Terkadang beliau keluar tenda dan mengatakan, “Pasukan (Quraisy) akan dikalahkan dan ditekuk mundur…”
    Beliau juga senantiasa memberi motivasi kepada para shahabat untuk berjuang. Beliau bersabda, “Demi Allah, tidaklah seseorang memerangi mereka pada hari ini, kemudian dia terbunuh dengan sabar dan mengharap pahala serta terus maju dan pantang mundur, pasti Allah akan memasukkannya ke dalam surga.”
    Tiba-tiba berdirilah Umair bin Al Himam Al Anshari sambil membawa beberapa kurma untuk dimakan, beliau bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah surga lebarnya selebar langit dan bumi?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammenjawab, “Ya.” Kemudian Umair mengatakan: “Bakh…Bakh… (ungkapan kaget). Wahai Rasulullah, antara diriku dan aku masuk surga adalah ketika mereka membunuhku. Demi Allah, andaikan saya hidup harus makan kurma dulu, sungguh ini adalah usia yang terlalu panjang. Kemudian beliau melemparkan kurmanya, dan terjun ke medan perang sampai terbunuh.”
    Dalam kesempatan yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil segenggam pasir dan melemparkannya ke barisan musuh. Sehingga tidak ada satu pun orang kafir kecuali matanya penuh dengan pasir. Mereka pun sibuk dengan matanya sendiri-sendiri, sebagai tanda kemukjizatan Beliau atas kehendak Dzat Penguasa alam semesta.
    Umat Islam benar-benar menunjukkan satu keberanian yang sangat luar biasa. Dan ketika peperangan semakin memuncak hebat, Rasulullah saw. justru maju ke depan barisan. ‘Ali bin Abi Thalib berkata,
    “Jika keadaan semakin genting dan pandangan mata memerah, maka kami pun berlindung di dekat Rasulullah saw. Tak seorang pun yang berani lebih dekat dengan musuh selain dirinya. Aku melihat sendiri ketika Perang Badar kami berlindung di dekat Rasulullah saw. dan ketika itu ia adalah orang yang paling dekat dengan musuh di antara kami.”
    PASUKAN MALAIKAT TURUN MEMBANTU KAUM MUSLIMIN
    Abdullah bin Abbas meriwayatkan bahwa ketika seorang sahabat mengejar dengan gigih seorang musyrik yang ada di depannya, tiba-tiba ia mendengar suara pukulan dan suara penunggang kuda yang menghentakkan kudanya. Lalu sahabat tersebut melihat orang musyrik itu jatuh tewas terkapar dengan keadaan hidung dan wajahnya terluka berat akibat pukulan keras. Hal tersebut ia ceritakan kepada Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Kau benar, itu adalah pertolongan Allah dari langit ketiga.” (H.R.Bukhari dan Muslim)
    Sementara itu, Ahmad (Bukhari/al-Fath 15/181/no:3995) menceritakan: Seorang laki-laki Anshar berperawakan pendek datang dengan membawa Abbas sebagai tawanan. Di hadapan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam, Abbas berkata, “Wahai Rasulullah, demi Allah, sesungguhnya orang ini (seraya menunjuk pada orang Anshar tadi) bukan yang menawanku. Aku ditawan oleh seorang laki-laki botak, tetapi sangat tampan dan ia menunggang seekor kuda belang. Sungguh, belum pernah aku melihat orang seperti itu di pasukanmu).” Maka, orang Anshar tadi menyela, “Ya Rasulullah, akulah yang telah menawannya.” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam spontan berkata, “Diam … Allah telah memberikan kekuatan kepadamu dengan bantuan para malaikat yang mulia.”
    Umawi (Bukhari/al-Fath 15/180/no:3995) menuturkan: Saat berada di dalam kemahnya, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam mengangguk sebanyak satu kali (seperti terserang rasa kantuk) kemudian tersadar. Setelah itu, beliau berkata kepada Abu Bakar, “Wahai Abu Bakar, kabarkanlah berita gembira ini. Sesungguhnya bantuan Allah telah datang kepadamu. Aku melihat Jibril tengah melipat penutup kepalanya, mengambil tali kendali kudanya, dan akan mengendarainya ke tengah-tengah peperangan yang tengah bergejolak. Sungguh, bantuan dan pertolongan Allah telah datang kepadamu.”
    Kemenangan pada perang Badar menjadi pesta di kalangan para malaikat karena peristiwa ini adalah pertama kalinya mereka diizinkan terjun ke gelanggang perang di bawah komando Jibril dengan seribu pasukan malaikat pilihan.
    “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan kepadamu bala bantuan dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.” (Q.S.An Anfal:9)
    Para Malaikat yang terlibat dalam Perang Badar memiliki kemuliaan di antara semua malaikat. Rafi’ah bin Rafi’ Az Zarqi mengatakan, “Jibril berkata kepada Nabi SAW dan berkata: Bagaimana kalian menganggap veteran Badar di antara kalian? Rasulullah menjawab: Termasuk muslimin yang paling mulia. Jibril berkata: demikian pula malaikat yang mengikuti perang Badar.”
    Allah SWT menyatakan bahwa bantuan berupa pasukan malaikat itu adalah untuk memberikan bukti lahiriah yang menenteramkan hati orang-orang beriman. Tetapi selanjutnya Allah SWT menegaskan, janganlah menganggap bahwa kemenangan itu karena pertolongan malaikat. Karena sesungguhnya kemenangan dan pertolongan itu datangnya dari Allah SWT semata, yang telah berkenan mengirimkan pasukan malaikat tersebut.
    Para malaikat itu diperintah oleh Allah SWT untuk melakukan apa saja seperti Firman-Nya dalam Surat Al-Anfal Ayat 12:
    Ketika Allah mewahyukan kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku beserta kamu sekalian, maka teguhkanlah (hati) orang-orang beriman. Akan Aku timpakan kedalam hati orang-orang kafir rasa ketakutan. Maka tebaslah leher mereka dan juga jari-jemari mereka.
    Dari Ayat ini kita memperoleh pengetahuan bahwa para malikat itu tidak hanya menguatkan hati dan meneguhkan pendirian orang-orang mukmin, melainkan juga berperan aktif secara fisik dalam pertempuran. Abu Dawud Mazani dan Suhail bin Hanif meriwayatkan bahwa, “Ketika kami baru mengarahkan pedang kami kepada lawan, leher mereka telah terpenggal sebelum pedang kami menyentuh mereka.” Adalah kenyataan bahwa para malaikat itupun melaksanakan tugas bertempur. Ayat 50 dari Surat Al-Anfal menguraikan lebih jauh bagaimana kiprah para malaikat di medan pertempuran itu:
    “Dan Jika saja kamu dapat menyaksikan ketika para malaikat itu mencabut jiwa orang-orang kafir itu, dihantamnya wajah-wajah mereka dan punggung-punggung mereka seraya berkata, “Rasakanlah olehmu siksaan api yang membakar.”
    Ayat ini menerangkan, bahwa ketika para malaikat memisahkan jiwa orang-orang kafir itu dari tubuh mereka, mereka pun disiksa dengan pukulan cambuk besi yang panas membara ke wajah dan punggung mereka.
    Peristiwa menarik lainnya selama terjadinya pertempuran adalah kehadiran Syeitan dalam wujud Surakah bin Malik, pemimpin Banu Bakr, bergabung dengan pasukan kafir. Syeitan menjadikan perbuatan jahat orang-orang kafir tampak wajar bagi diri mereka, dan mengobarkan semangat tempur orang-orang kafir dengan perkataan yang dijelaskan Allah SWT didalam Surat Al-Anfal Ayat 48,
    Dan syeitan menjadikan mereka memandang baik perbuatan mereka, dan mengatakan: “Tak seorang manusiapun yang bisa menang melawan kalian pada hari ini, dan akulah pelindung kalian.” Ketika pasukan kedua belah pihak sudah saling berhadap-hadapan, syeitan berbalik arah melarikan diri seraya berkata, “Sesungguhnya aku berlepas diri dari kalian, aku melihat (pasukan malaikat) apa yang tidak bisa kalian lihat. Sesungguhnya aku takut kepada Allah. Dan Allah sangat keras siksanya.”
    Dalam perang Badar ini, banyak sekali tentara kaum muslimin yang mendapatkan karamah dan pertolongan dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Salah satunya adalah yang dialami oleh Ukkasah ibn Mihshan. Syahdan, ia berperang dengan mempergunakan pedangnya hingga pedang itu patah. Maka, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam memberikan kepadanya sebatang kayu sebagai ganti pedangnya agar ia terus bertempur. Namun, tiba-tiba kayu itu berubah menjadi pedang yang berukuran panjang, sangat kuat, dan mengkilat. Lalu, Ukkasah mempergunakan pedang tersebut pada perang Badar dan perang-perang yang lainnya hingga akhirnya mengantarkan Ukkasah pada pintu kesyahidan. Peperangan terakhir yang ia ikuti adalah perang Yamamah. Saat itulah ia gugur sebagai syahid.
    KEMATIAN ABU JAHAL
    ‘Abdurrahman bin ‘Auf berkatan, “Ketika Perang Badar aku benar-benar berada di tengah barisan. Tiba-tiba saja dari sisi kanan dan kiriku muncul dua orang pemuda yang masih sangat belia sekali. Seakan-akan aku tidak yakin akan keberadaan mereka. Aku berharap seandainya saat itu aku berada di antara tulang-tulang rusuk mereka. Salah seorang dari mereka berkata kepadaku sambil berbisik, ‘Paman, tunjukkan kepadaku mana Abu Jahal.’ Kukatakan kepadanya, ‘Anakku, apa yang akan kau perbuat dengannya?’ Pemuda itu kembali berkata, ‘Aku mendengar bahwa ia telah mencela Rasulullah. Aku pun berjanji kepada Allah seandainya aku melihatnya niscaya aku akan membunuhnya atau aku yang akan mati di tangannya.’ Aku pun tercengang kaget dibuatnya. Lalu yang lainnya langsung memelukku dan mengatakan hal yang sama kepadaku. Seketika itu aku melihat Abu Jahal berjalan di tengah kerumunan orang. Aku berkata, ‘Tidakkah kalian lihat? Itulah orang yang kalian tanyakan tadi.’ Mereka pun saling berlomba menghayunkan pedangnya hingga keduanya berhasil membunuh Abu Jahal.”
    Dalam salah satu riwayat, ‘Abdurrahman bin ‘Auf berkata,
    “Aku akan merasa senang sekali seandainya aku berada di antara mereka berdua. Maka kutunjukkan kepada mereka yang mana Abu Jahal. Mereka pun meluncur layaknya dua ekor elang hingga mereka berhasil membunuhnya.” Kedua pemuda belia itu adalah anak ‘Afraa. ‘Abdullah bin Mas’ud mendapati Abu Jahal dengan sisa-sisa nafas terakhirnya. Kemudian ia pun langsung membunuhnya. Anas bin Malik berkata, Rasulullah saw. pernah mengatakan, “Siapa yang pernah melihat apa yang telah dilakukan oleh Abu Jahal?” Ibnu Mas’ud menjawab, “Saya, wahai Rasulullah.” Ia pun bergegas pergi. Lalu ia menemukannya lemas di tangan kedua anak ‘Afra. Ibnu Mas’ud berkata, “Aku pun menarik jenggotnya. Dan kukatakan, ‘engkau Abu Jahal!” Ia menimpali, “Apakah di atas Abu Jahal ada laki-laki lain yang telah kalian bunuh?” kemudian ia pun membunuhnya lalu memberitahukannya kepada Rasulullah saw.
    TERBUNUHNYA UMAYYAH BIN KHALAF
    Umayyah bin Khalaf merupakan salah seorang pemuka Quraisy di Kota Makkah yang pernah menyiksa Bilal dan orang-orang mukmin yang tinggal di sana. Peperangan Badar benar-benar telah membuatnya kehilangan akal dan pikiran. Sampai-sampai ia berteriak-teriak meminta pertolongan agar menyelamatkan dirinya dari tengah peperangan tersebut.
    ‘Abdurrahman bin ‘Auf berkata,
    “Aku berpapasan dengan Umayyah bin Khalaf. Ia berdiri bersama anaknya dengan penuh kebingungan. Waktu itu aku membawa beberapa buah baju besi yang telah menjadi harta rampasan perangku. Ketika ia melihatku, ia pun memanggilku.
    “Wahai hamba Tuhan!”
    “Ya,” jawabku.
    “Apakah engkau akan menjadikan kami berdua sebagai tawanan perang? Diriku lebih baik dari baju-baju besi yang ada ditanganmu itu. Barangsiapa yang menawanku, maka niscaya aku akan menebusnya dengan unta yang banyak susunya.”
    ‘Abdurrahman berkata, “Kulemparkan baju besi itu dan kuraih tangan mereka berdua. Sementara itu ia berkata, ‘aku tidak pernah melihat situasi seperti hari ini sebelumnya.‘ Kemudian ia berkata lagi, “Wahai ‘Abdullah, siapakah orang yang dikenal dengan bulu yang lembut di dadanya?‘” ‘Abdurrahman berkata, “Kukatakan kepadanya, ‘Hamzah bin Abi Muththalib.” Lalu ia berkata, “Itulah orang yang telah melakukan ini dan itu kepada kami.” ‘Abdurrahman berkata, “Demi Allah, aku akan benar-benar membalas mereka berdua jika Bilal melihatnya bersamaku. Dialah yang dulu menyiksa Bilal di Makkah karena ego jahiliah terhadap Islam. Ketika Bilal melihatnya, ia pun berkata, “Pentolan orang kafir Umayyah bin Khalaf. Aku tidak akan selamat jika ia selamat!” ‘Abdurrahman berkata, “Kukatakan, ‘wahai Bilal, ia adalah tawananku.” Bilal kembali berkata, “Aku tidak selamat jika orang itu masih juga selamat.” Kemudian dengan nada lantang ia berteriak, “Wahai orang-orang Anshar, pentolan orang kafir adalah Umayyah bin Khalaf. Aku tidak selamat jika orang itu masih juga selamat.” Orang-orang pun berkumpul mengelilingi kami. Lalu aku ikut bersama mereka. Salah seorang mengayunkan pedangnya ke kakinya hingga ia terjatuh. Umayyah berteriak histeris, sesuatu yang belum pernah kudengar sebelumnya. ‘Abdurrahman berkata, “Kukatakan kepada Umayyah, “Selamatkanlah dirimu sendiri! Sekarang tidak ada lagi keselamatan bagi dirimu! Demi Allah, aku tidak akan menolongmu sedikitpun.” Ia berkata, “Orang-orang pun berkumpul dan menghajarnya dengan pedang-pedang mereka sampai mereka membereskan keduanya.”
    ‘Adurrahman berkata, “Semoga Allah swt. senantiasa merahmati Bilal, ia telah menyakitiku dengan baju besi dan tawananku!!!” Demikianlah, barangsiapa yang berselisih dengan Allah, maka ia pun akan kalah. Dan barangsiapa yang menantang Allah swt. dan Rasul-Nya, maka ia akan menjadi orang-orang yang begitu terhina. Dan barangsiapa yang bersikap semena-mena terhadap hamba-Nya, maka niscaya Ia akan membalasnya dengan balasan yang setimpal. Ia jadikan dirinya sendiri sebagai pelajaran dan tanda kekuasaan-Nya. Dan azab akhirat itu benar-benar lebih menyakitkan dan lebih dahsyat.
    “Dan Allah Maha Menguasai urusan-Nya, namun kebanyakan orang tidak menyadarinya.”
    KEMENANGAN KAUM MUSLIMIN
    Menjelang berakhirnya perang, pasukan Muslim terbagi dalam tiga kelompok. Satu kelompok mengejar pasukan kafir yang melarikan diri agar tidak kembali lagi. Kelompok ke-dua mulai mengumpulkan sisa-sisa perang yang berserakan di arena pertempuran, mereka ini muslim yang miskin dan begitu gembira mendapatkan aneka barang milik musuh yang kaya yang ditinggalkan di medan pertempuran. Adapun kelompok ke-tiga berdiri mengelilingi Nabi Muhammad SAW, berjaga-jaga jika saja ada seorang musuh yang menyelinap hendak mencelakai Rasulullah SAW. Ketika tiga kelompok ini berkumpul lagi di malam hari, timbul permasalahan diantara mereka perihal pembagian harta sisa perang. Kelompok pengumpul menganggap itu adalah hak mereka mengingat merekalah yang memungut harta-benda itu langsung dari arena pertempuran.
    Kelompok yang lain berpendapat bahwa sudah selayaknya mereka mendapat bagian mengingat merekalah yang memungkinkan adanya kesempatan kelompok lain mengumpulkan harta-benda yang ditinggalkan musuh, sementara mereka mengejar-ngejar musuh yang berlarian menyelamatkan diri. Kelompok ke-tiga mengatakan bahwa merekapun berhak atas pembagian harta itu karena mereka telah melakukan hal terpenting, yakni melindungi Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana diriwayatkan oleh Ubadah bin Samit RA, bahwa ini adalah persoalan serius sehingga diantara mereka mulai bertingkah tidak lagi saling menghargai satu sama lain. Sejauh itu belum ada perintah perihal pembagian harta sisa ini. Pada umat-umat terdahulu, mereka dilarang memanfaatkan harta sisa perang. Biasanya mereka menyusun harta itu membentuk tiang sehingga jika petir menyambar dan membakar tumpukan harta-benda itu, itulah pertanda bahwa perjuangan (jihad) mereka diterima.
    Allah SWT mewahyukan perintah pembagian harta sisa perang itu secara terperinci kepada Nabi Muhammad SAW. Ini terdapat didalam Surat Al-Anfal. Segera setelah para sahabat hadir untuk mengetahui isi petunjuk Allah SWT ini, perbedaan pendapat diantara mereka pun sirna. Harta itu dibagikan kepada semua yang berpartisipasi dalam pertempuran sesuai dengan petunjuk Allah SWT. Hal ini merupakan kemurahan Allah SWT sebagai hadiah untuk umat Nabi Muhammad SAW, berupa kenikmatan dan penghargaan kepada mereka dengan dijinkan-Nya memanfaatkan harta-benda yang tersisa dari peperangan. Peristiwa ini juga mengajarkan kepada kita bagaimana para sahabat Rasulullah SAW pada waktu itu bersatu-padu penuh semangat dalam mengikuti petunjuk dari Allah SWT.
    JUMLAH KORBAN DAN TAWANAN PERANG
    Singkat cerita, pasukan musyrikin terkalahkan dan terpukul mundur. Pasukan kaum muslimin berhasil membunuh dan menangkap beberapa orang di antara mereka. Ada tujuh puluh orang kafir terbunuh dan tujuh puluh yang dijadikan tawanan. Di antara 70 yang terbunuh ada 24 pemimpin kaum Musyrikin Quraisy yang diseret dan dimasukkan ke dalam lubang-lubang di Badar. Termasuk diantara 24 orang tersebut adalah Abu Jahal, Syaibah bin Rabi’ah, Utbah bin Rabi’ah dan anaknya, Al Walid bin Utbah.
    Pada peperangan ini, kaum muslimin berhasil membunuh 70 orang dari kalangan orang-orang musyrikin dan menahan sekitar 70 orang. Rasulullah saw. memerintahkan untuk membunuh 2 orang tawanan karena permusuhan dan kebencian mereka yang sudah di luar batas, selain mereka berdua adalah orang yang paling banyak melakukan kelaliman. Status keduanya lebih sebagai penjahat perang, bukan lagi sebagai tawanan perang. Karena selama ini mereka begitu berambisi untuk berbuat makar kepada umat Islam dan menyiksa orang-orang yang lemah dari kalangan mereka. Keduanya terkenal begitu menantang Allah swt. dan Rasul-Nya. Sehingga jumlah tawanan tersisa 68 orang.
    Rasulullah saw. meminta pendapat para sahabatnya seputar apa yang akan mereka perbuat terhadap tawanan perang tersebut. ‘Umar bin Khaththab berkata, “Wahai Rasulullah, mereka telah mendustakan, memerangi, dan mengusirmu. Menurutku sebaiknya kau izinkan aku untuk menebas leher fulan (yaitu kerabatnya sendiri). Dan kau izinkan Hamzah untuk membunuh ‘Abbas, dan ‘Ali membunuh ‘Uqail. Begitulah agar orang tahu bahwa tidak ada kecintaan sedikitpun di dalam hati kami terhadap orang-orang yang musyrik. Aku melihat bahwa engkau tidak perlu menjadikan mereka sebagai tawanan. Tebaslah semua leher mereka. Prajurit, para pemimpin, dan pemuka mereka.” Usulan ini disetujui oleh Sa’d bin Mu’adz dan ‘Abdullah bin Rawahah.
    Sementara Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, mereka itu adalah kaum dan keluargamu juga. Allah swt. telah menganugerahkan kemenangan kepadamu. Menurutku sebaiknya engkau biarkan saja mereka sebagai tawanan dan kau minta dari mereka tebusan. Sehingga tebusan tersebut dapat menjadi sumber kekuatan kita untuk menghadapi orang-orang kafir. Dan semoga Allah swt. memberikan petunjuk-Nya kepada mereka melalui dirimu sehingga mereka pun akan menjadi pembelamu.”
    Akhirnya Rasulullah saw. mengambil pendapat Abu Bakar. Beliau pun membagi-bagikan sisa tawanan (68 orang) kepada sahabat-sahabatnya sambil berpesan, “Perlakukanlah para tawanan itu dengan baik” kemudian beliau menerima tebusan dari para tawanan tersebut. Orang kaya akan membayar satu orang tawanan sebesar sekitar 1.000 hingga 4.000 dirham. Sementara orang-orang miskin, sebagian mereka dibebaskan begitu saja tanpa dimintai tebusan. Beliau pun menuntut dari para tawanan yang memiliki ilmu untuk mengajarkan kepada anak-anak kaum muslimin membaca dan menulis sebagai tebusan bagi diri mereka.
    Abu ‘Aziz bin ‘Umair bin Hasyim, saudara Mush’ab bin ‘Umair, menjadi tawanan Abu Yusr Al-Anshari. Suatu hari Abu ‘Aziz lewat dan bertemu dengan saudaranya Mush’ab. Mush’ab pun berkata kepada Abu Yusr, “Tahanlah tanganmu dari tawananmu, karena ibunya adalah seorang yang kaya. Ia akan menebusnya untukmu dengan harta yang banyak. Abu ‘Aziz, saudaranya berkata, “Wahai saudaraku, ini adalah perlakuanmu kepadaku?” Mush’ab berkata kepadanya, “Sesungguhnya ia (Abu Yusr) adalah saudaraku selain dirimu.”
    Dan ketika tebusannya diminta, ibunya bertanya berapa tebusan terbesar yang diberikan untuk membebaskan orang Quraisy. Maka dikatakan kepadanya 4.000 dirham. Wanita itu pun mengirim 4.000 dirham dan menebus anaknya. Demikianlah bagaimana ukhuwah imaniah ternyata lebih berharga dari sekedar jalinan persaudaraan yang dibangun atas dasar pertalian darah dan keturunan. Karena ukhuwah imaniah adalah persaudaraan yang dibangun di atas kebenaran dan di jalan Allah swt.
    MENANTU RASULULLAH PUN MENJADI TAWANAN PERANG
    Abu ‘Ash bin Rabi’ bin ‘Abdul ‘Uzza tertawan ketika Perang Badar. Ia adalah menantu Rasulullah saw., suami dari putri beliau, Zainab. Abu ‘Ash merupakan orang Makkah yang cukup diperhitungkan dari segi harga, kejujuran, dan perdagangannya. Ibunya adalah Halah binti Khuwailid, saudara perempuan Khadijah binti Khuwailid. Khadijahlah yang dulu meminta kepada Rasulullah saw. agar menikahkan lelaki itu kepada putri beliau, Zainab. Khadijah sudah menganggapnya seperti anak sendiri. Dan karena pertimbangan itulah Rasulullah saw. tidak menolak permintaan istrinya tersebut. Hal ini terjadi sebelum beliau diangkat menjadi seorang nabi.
    Namun ketika wahyu telah diturunkan kepada Rasulullah saw. dan orang-orang Quraisy pun mulia memusuhinya, Abu Lahab berkata, “Buatlah Muhammad sibuk dengan dirinya sendiri, dan ceraikanlah putri-putrinya dari suami-suami mereka.” Ia pun memerintahkan putranya, ‘Utbah hingga akhirnya ia menceraikan putri Rasulullah saw. Ia juga mendatangi Abu ‘Ash bin Rabi’dan memintanya untuk menceraikan Zainab. “Ceraikanlah istrimu, setalah itu kami akan menikahkanmu dengan perempuan Quraisy mana saja yang kau inginkan.” Abu ‘Ash menjawab, “Tidak, demi tuhan, aku tidak akan menceraikannya. “Aku tidak ingin wanita Quraisy menggantikan istriku.”
    Rasulullah saw. memuji sikapnya kala itu. Dan ketika penduduk Makkah membawa tebusan bagi tawanan perang, Zainab pun membawa harta untuk menebus suaminya, Abu ‘Ash. Ia membawa sebuah kalung yang dihadiahkan oleh ibunya, Khadijah, ketika ia menikah dengan Abu ‘Ash. Ketika Rasulullah saw. melihatnya, hatinya pun langsung terenyuh dalam. Beliau berkata, “Jika kalian bersedia untuk membebaskannya dan mengembalikan barang miliknya, maka lakukanlah.” Sahabat menjawab, “Baiklah, wahai Rasulullah.” Mereka pun membebaskan Abu ‘Ash dan mengembalikan kalung milik Zainab. Hal ini beliau lakukan karena Abu ‘Ash membiarkan Zainab turut berhijrah ke kota Madinah. Rasulullah saw. sendiri telah membebaskan beberapa orang tawanan perang tanpa ada tebusan ataupun bayaran sedikitpun, mengingat kondisi mereka yang menuntut untuk hal tersebut.